sumber dari sini |
Aku melihatmu
pertama sudah jatuh hati, bukan pada paras walau tidak bisa dipungkiri kamu
lumayan. Senang pada akhirnya bisa mengenalmu lewat seorang kawan. Lalu kita
suka berada di kelas mata kuliah yang sama. Otakmu cemerlang, hingga pada
akhirnya buku catatanku sampai di didirimu. Ya saat itu mulai bercerita tentang
aku, kamu dan kita, tentang mata kuliah yang penuh angka dan ketidakjelasan. Tentang
mimpi berada di kelas dengan 6 orang mahasiswa karena kita dinilai anak
idealis, anak keuangan mana yang tidak idealis? Haruslah ideal karena kalau
buat neraca tanpa ideal tidak akan seimbang (hehe).
Lalu kita dekat,
suka berbicara masa depan, tentang keluarga, tentang indra keenammu yang
membuatku merinding. Ya, aku yang penakut dan kamu yang selalu usil dengan
adegan ada sosok putih di belakangku. Aaahh aku kangen, tapi tak lagi bisa
kurasa saat itu. Kamu lelaki hujan, kita sama-sama suka hujan, alasanku karena
aku suka romantis, iya hujan itu romantis. Dan kamu, alasanmu karena tidak suka
panas jadi mending hujan, dingin. Kamu sering mengejekku apa saja kelemahanku
dan aku selalu manja menarik lengan baju atau kaosmu. Aku suka ketika kita
pergi kemana dan aku ada di belakangmu membonceng, aku bisa melihat punggungmu.
Dan kamu selalu membuatku berhasil membuatku berfikir bolehkah suatu hari aku
menangis di punggung itu.
Hingga aku tahu,
kamu percaya Allah tapi kamu tak pernah melaksanakan kewajibanmu. Aku sangat
wow, aku beranikan diri untuk berkirim surat kepadamu dan tidak kamu tanggapi. Tapi
ketika kita ada di sebuah masjid megah di UGM aku melihatmu, menghadap Allah. Aaahh
aku yang bahagia walau dari matamu terlihat biasa saja. Bahkan ketika kamu sms
dan mengabarkan kalau sudah rajin sholat berasa aku yang mau jejingkrakan,
loncat-loncat bilang hore. Hei kamu, iya, sahabatku, yang membuatku jatuh hati
jauh sebelum kamu jadi sahabat baikku.
Lelaki hujan
yang suka hujan karena terik mentari membuatmu tersiksa. Dan ketika kita
berbincang hujan selalu turun, bahkan seorang teman bilang kalian seperti Raja
petir dan peri hujan ketemu ketika hujan saja. Aaaahh lelaki hujan kamu
sahabatku, aku jatuh hati. Ingatkah kita sering berada di bawah hujan yang
sama, tubuh kita basah dan wajah kita basah, tapi senyum kita mengembang.
Hei, lelaki
hujan, apa kabarmu kini? Sudah hampir 3 bulan kamu tak memberi kabar,
terimakasih tetap menjadi sahabatku. Jika kamu baca surat ini maka aku adalah
sahabatmu yang jatuh hati dulu dan kini menyimpannya dalam-dalam di hati karena
tak mungkin lagi ada cinta yang terkembang.
0 comments:
Posting Komentar