Suami istri itu bagaikan sepasang sepatu. Walau tak sama persis namun serasi. Saat berjalan tak pernah persis berdampingan, tapi tujuan sama. Walau tak pernah bisa ganti posisi namun saling melengkapai. Bila satu hilang maka yang lain tak punya arti.
Ya kalimat bijaknya seperti itu,
Perempuan dan laki-laki adalah sepasang sepatu. Kita
pun sepasang sepatu, entah ditakdirkan bersama dalam sekejap (mungkin tertukar)
atau selamanya bersama.
Aku tak sebaik yang kamu fikir dan bisa apa aku
jika ada luka tergores entah karena inginku sendiri atau tanpa sadarku. Semenjak
detik dimana ada dia, seseorang yang kamu sebut kekasih maka aku diam. Entah menyimpan
apa di hati aku, tapi hanya itu yang bisa aku lakukan. Bisa apa? Kita jauh tak
saling tatap, mau memukul? Mencaci atau memaki atau menghujam jantungmu dengan
sebilah belati, aaahh aku rasa itu kejam. Aku tak terlalu mengenalmu, bisa apa
aku?
Sudah lama saling kenal tapi siapa kita? Aahh aku
rasa menyebut kata kita saja itu aneh. Aku selalu bertanya kenapa harus ada
ikhlas, apa yang aku lepaskan? Apa itu bentuk cemburuku? Aahh aku menyangkalnya
penuh. Aku sendiri tak mengerti apa ini.
Kamu, kenapa tak berkata jujur? Ahh bukan salah
kita, salah keadaan. Tapi aku suka, Tuhan sudah mengingatkan, betapa dia
cemburu jika aku menjauh dariNya. Pertemuan itu mungkin awal dari rasa
cemburuNya. Maka aku selipkan doa, sungguh jika aku kelak menjauh maka aku
doakan bahagiamu dengan tulus. Sungguh.
Kini semenjak ada kekasihmu itu, aku lebih suka
mengadu pada Tuhan, merayunya, menjatuhkan hatiku padaNya. Kelak jika aku sebut
namamu maka itu perjuanganku dalam doa.
Kamu lelaki Faj(R), pejuang subuh, pejuang hati,
maka berjuanglah demi dia, siapapun dia yang kamu pilih, dia adalah seseorang yang pantas ada di hatimu. Maka kelak jika
aku mengaku jatuh, maka aku jatuhkan hati pada lelaki yang tepat, yang selalu menyebut
namaNya di awal Faj(R) dan menyebutku dalam tiap tasbih doanya.
*yangtakberhakcemburu
0 comments:
Posting Komentar