Selasa, 02 Februari 2016

>> Lelaki Hujan (1)




sumber dari sini
Aku melihatmu pertama sudah jatuh hati, bukan pada paras walau tidak bisa dipungkiri kamu lumayan. Senang pada akhirnya bisa mengenalmu lewat seorang kawan. Lalu kita suka berada di kelas mata kuliah yang sama. Otakmu cemerlang, hingga pada akhirnya buku catatanku sampai di didirimu. Ya saat itu mulai bercerita tentang aku, kamu dan kita, tentang mata kuliah yang penuh angka dan ketidakjelasan. Tentang mimpi berada di kelas dengan 6 orang mahasiswa karena kita dinilai anak idealis, anak keuangan mana yang tidak idealis? Haruslah ideal karena kalau buat neraca tanpa ideal tidak akan seimbang (hehe).

Lalu kita dekat, suka berbicara masa depan, tentang keluarga, tentang indra keenammu yang membuatku merinding. Ya, aku yang penakut dan kamu yang selalu usil dengan adegan ada sosok putih di belakangku. Aaahh aku kangen, tapi tak lagi bisa kurasa saat itu. Kamu lelaki hujan, kita sama-sama suka hujan, alasanku karena aku suka romantis, iya hujan itu romantis. Dan kamu, alasanmu karena tidak suka panas jadi mending hujan, dingin. Kamu sering mengejekku apa saja kelemahanku dan aku selalu manja menarik lengan baju atau kaosmu. Aku suka ketika kita pergi kemana dan aku ada di belakangmu membonceng, aku bisa melihat punggungmu. Dan kamu selalu membuatku berhasil membuatku berfikir bolehkah suatu hari aku menangis di punggung itu.

Hingga aku tahu, kamu percaya Allah tapi kamu tak pernah melaksanakan kewajibanmu. Aku sangat wow, aku beranikan diri untuk berkirim surat kepadamu dan tidak kamu tanggapi. Tapi ketika kita ada di sebuah masjid megah di UGM aku melihatmu, menghadap Allah. Aaahh aku yang bahagia walau dari matamu terlihat biasa saja. Bahkan ketika kamu sms dan mengabarkan kalau sudah rajin sholat berasa aku yang mau jejingkrakan, loncat-loncat bilang hore. Hei kamu, iya, sahabatku, yang membuatku jatuh hati jauh sebelum kamu jadi sahabat baikku.

Lelaki hujan yang suka hujan karena terik mentari membuatmu tersiksa. Dan ketika kita berbincang hujan selalu turun, bahkan seorang teman bilang kalian seperti Raja petir dan peri hujan ketemu ketika hujan saja. Aaaahh lelaki hujan kamu sahabatku, aku jatuh hati. Ingatkah kita sering berada di bawah hujan yang sama, tubuh kita basah dan wajah kita basah, tapi senyum kita mengembang.

Hei, lelaki hujan, apa kabarmu kini? Sudah hampir 3 bulan kamu tak memberi kabar, terimakasih tetap menjadi sahabatku. Jika kamu baca surat ini maka aku adalah sahabatmu yang jatuh hati dulu dan kini menyimpannya dalam-dalam di hati karena tak mungkin lagi ada cinta yang terkembang.

0 comments:

Posting Komentar