Minggu, 15 Mei 2016

>> Bapak Wali



“Kamu hamil?”
Rima menunduk, menangis, dia merasa sangat ketakutan, baru kali itu dia merasa sangat takut setelah beberapa waktu lalu dia juga mengalami ketakutan karena telah tertanam janin di rahimnya.
“Siapa yang melakukan?”
Rima diam saja.
“Aku cari Bapak karena ini, aku mau Bapak yang menikahkan Rima dengan lelaki itu, bukan wali hakim,”
“Memangnya lelaki bodoh itu mau bertanggungjawab?”
“Mau, dia baik,”
“Baik kok menghamili anak orang? Baik itu rajin ke masjid bukan menghamili anak orang,”
“Bapak juga tidak baik, tidak pernah ke masjid,”
“Kamu malu? Kalau malu ngapain cari Bapakmu ini kesini?”
“Rima nggak malu, Rima mau Bapak jadi wali Rima,”
“Ibumu yang jalang itu kemana?”
“Tidak tahu,”
“Jadi Ibumu tidak tahu kalau anaknya hamil?”
Rima menggeleng, matanya berani menatap.
Bapakmu ini Cuma kondektur bus mini, gelantungan tiap hari campur debu Jakarta,”
“Rima tidak malu,”
“Kapan?” Bapak setengah baya itu mendongakkan kepala putrinya, “secepatnya, keburu perutmu besar kemana-mana,”
“Rima siap kapan saja, Rima juga malu kalau ketahuan,”
“Lelaki itu harus lulus sekolah, kamu juga, biar nggak sama kayak orangtuanya, punya kerjaan jelas,”
“Bapak nggak kangen sama Ibu?”
“Apa Ibumu kangen sama Bapakmu ini?”
“Ibu kemana?”
“Ibumu itu udah jadi perempuan nggak bener,”
“Bapak nggak boleh bilang gitu,”
Memandang miris ke putrinya.
“Sudah berapa bulan perutmu itu? Kalian tidak berusaha membunuhnya?”
Rima menggeleng.
“Rima mau anak ini, dosa kalau Rima bunuh bayi ini,”
“Dosa? Itu tahu dosa, pas bikin apa ingat dosa?”
Rima diam.
“Jangan jadi perempuan nggak bener, Bapakmu nggak pernah ngajari itu, mungkin Ibumu yang ngajari,”
“Bapak pergi waktu itu setelah Bapak pukul Ibu dan dua minggu setelahnya Ibu pergi, nenek sakit dan kakek yang cari uang, sekarang kakek ngayuh becak dan nenek masih jadi buruh cuci,”
“Uang yang bapak kirim?”
“Ada, buat bayar sekolah Rima dan buku Rima,”
“Baguslah, nggak dipake Ibumu, pelacur di depan suaminya, Bapakmu ini nggak ngejelekin Ibumu, tapi kenyataan, ditinggal kerja suami itu jaga diri dan kehormatan bukan tidur dengan lelaki lain. Bapakmu ini walau tidak sekolah tinggi tapi tahu aturan, Bapak kasih tahu kamu biar kamu bener,”
“Rima sayang sama Bapak, Rima mau Bapak jadi wali Rima, maaf Rima bikin malu Bapak, tapi Rima nggak pernah malu punya Bapak,”
Bapak dan anak itu saling berpelukan.

Rabu, 11 Mei 2016

>> Surga Yang Lain



“Ceraikan saya mas,”
“Tidak, aku masih sangat mencintaimu,”
“Apa kamu mampu? Apa itu bentuk cintamu?”
“In shaa Allah, asal kamu ikhlas,”
“Ikhlasku mungkin di mulut saja, wanita mana yang mampu berbagi cinta dan dunianya?”
“Maafkan aku, sayang,”
“Aku yang minta maaf,”
“Tapi aku mohonkan agar kamu menerimanya menjadi bagian dari dunia kita,”
“Aku bisa apa? Aku tak pernah meminta surga padamu, maka jangan beri aku neraka di dunia ini,”
“Astaghfirullah, aku tak pernah ingin neraka untukmu, aku justru inginkan kita bersama di surgaNya kelak,”
Qautsar menangis di pangkuan istrinya, Dewi pun tak kalah hebat menangis, mencoba mengikhlaskan suaminya yang ingin berbagi ranjang.
“Ini Delia,”
Qautsar benar-benar membawa perempuan lain yang ingin dia nikahi.
“Mas,” Dewi tersenyum getir.
“Dewi,”
“De - li – a,”
Dewi sedikit terkejut karena melihat Delia gagap berbicara dan dia memperagakan beberapa isyarat. Delia seorang tuna rungu, wajahnya cantik dan santun.
“Allahu Akbar, Cobaan apa lagi ini Rabbku”
Dewi membatin dan menangis dalam hati.
“Cinta apa yang kamu punya untuknya, mas?”
“Cinta yang utuh sama seperti yang kupunya untukmu,”
“Kamu menemukan bidadari surgamu, untuk apa aku ada?”
“Subhannallah, bidadariku kamu, dia malaikat, bolehkah aku punya keduanya di sisiku?”
Dewi memeluk suaminya yang duduk di bawahnya. Air matanya berurai.
“Mungkin ini surga yang lain,”
“Kamu yang membuatnya menjadi surga atau neraka,”
“Pergilah, bawa malaikatmu itu, ikhlasku bukan karena semua kekurangannya tetapi karena semua kurangku ada pada lebihnya,”
“Surga yang lain itu nyata,”
“Allahu Akbar,” Dewi menangis semakin erat peluknya.



#30HariBerCeritaPinta
CPPS ini ceritanya alias cerita pendek, pendek sekali menuju 8 Juni 2016, semua bercerita pinta atau ingin ^_^

Selasa, 10 Mei 2016

>> Astaghfirullahal Adzim



 

"Apa aku terlambat atas rasaku ini?"
"Rasa seperti apa yang kamu punya?"
 "Rasa yang lebih dari sekedar sahabat, aku yang tak hanya ingin mendengar semua keluh kisahmu, paper kuliah, kuiz dadakan,"
 "Maaf, Kee,"
 Nada menunduk sambil meminta maaf kepada sahabatnya Keenan. Sejak SMA mereka selalu bersama.
"Istighfar, Kee,"
 Ustadz yang biasa menjadi imam masjid komplek perumahan Keenan mencecar. Keenan harus bertobat.
"Saya jatuh cinta pada dia, Pak,"
 "Maka nikahi atau tinggalkan, kamu harus meninggalkannya karena dia sudah akan menjadi milik orang lain,"
"Saya bisa gila memikirkan dia akan menikah dengan orang lain, saya yakin dia pun punya rasa yang sama,"
"Jodoh itu sudah ada yang mengatur, maka dengan kegilaanmu ini beristighfarlah, perbanyak istighfar maka Allah akan melapangkan setiap kesusahanmu, memberi jalan keluar tiap masalahmu dan kamu akan mendapat rizki dari pintu yang tak terduga,"
"Saya menyesal baru bilang sekarang,"
"Jika dulu kamu katakan mungkin akan banyak jalan dosa terbuka, atau memang akan ada jalan halal terbuka. Kini kamu katakan pun pintu dosa dan halalmu tetap terbuka."
"Astaghfirullahal adziim,"
Keenan menunduk dalam, air matanya jatuh di sarungnya.
Maka dia pulang dan mulutnya tak berhenti merapal mantra ajaran ustadznya. Dia lebih dari sekedar galau.
"Berjanjilah untuk bahagia,"
"Janji, in shaa Allah," Keenan merapal janji di depan Nada.
"Aku senang kamu ikhlaskan aku,"
"Belum sepenuh hati, tapi kamu juga harus janji, janji untuk bahagia bersama pilihan itu," Keenan menunduk lemah.
"In shaa Allah,"
Keenan dan Nada berusaha ikhlas.
"Astaghfirullahal adziim,"
Keenan selalu istighfar dan sholat malam, Al Quran selalu dia baca karena kegundahan hatinya. Dia menangis tiap mengingat Nada.
Dalam suasana pernikahan. Sang pengantin wanita tak nampak begitu pula sang pengantin lelaki. Sudah di telpon beberapa kali tapi tidak ada jawaban.
“Nada mulai takut,”
Layar HP-nya tak hentinya memanggil nomor telpon calon suaminya. Ibunya ikut gusar.
“Ya Allah, kucinta Kau lebih dari apapun, cintakanlah pada makhluk yang mencintaiMu, Engkau Maha membolak-balik hati,”
“Sudah ada kabar, katanya rombongan lelaki kecelakaan.”
“Innalillahi wa innaillaihi rojiun,” serempak seluruh ruang menggema menyebut kalimat sakral itu.
Airmata Nada tak keluar sama sekali, hanya saja dadanya berdegup kencang.
“Pernikahannya?”
Nada tak bergeming di kamarnya.
“Abi, di luar sana ada lelaki yang mencintaiku, dia telah berjihad menuju kemari dan kami memang tidak berjodoh lama, tetapi ada lelaki di luar sana, dia sahabat Nada sejak lama, dia lelaki yang begitu ikhlas ketika cinta yang dia damba menjadi milik orang lain dan dia mendoakan segala kebaikan, bolehkah?”
Nada belum selesai bicara, “Siapa? Kenapa tak mau bertemu Abi sejak lama?”
“Keenan,”
Nada sesenggukan melafaz nama Keenan di depan Abi.
“Dia suka denganmu?”
“Cintanya lebih besar kepada Allah,”
“Dia bisa melindungimu?”
“Dia membuktikannya sejak kami SMA hingga kini, tak sehelai rambutku dia sentuh,”
“Tapi dia membuatmu menangis dengan tidak datang ke hadapan Abi,”
“Dia membuat Nada menangis karena dia belum hafal Ar Rahman janji maharnya kepada Nada, tapi Abi sudah menerima Mas Ilham terlebih dulu sebagai calon suami Nada,”
“Lelaki macam apa itu?”
“Bolehkah Nada menerimanya?”
“Abi terima tapi harus hari juga,”
Keenan digiring menuju sebuah bilik dan berbicara dengan Abi Nada.
“Astaghfirullah, inikah satu rizki dari pintu tak terduga? Pak Hasan, sebelumnya saya berduka cita dan untuk permintaan ini, saya  bisa apa? Saya fakir ilmu dan harta, apa yang bisa saya jadikan mahar untuk Nada,”
“Hafalan Ar Rahman, kamu sudah hafal?”
“In shaa Allah,”
Inilah kekuatan doa, istighfar Keenan memang mendatangkan rizki dari pintu tak terduga. Bukankah jodoh merupakan rizki juga.




#30HariBerCeritaPinta
CPPS ini ceritanya alias cerita pendek, pendek sekali menuju 8 Juni 2016, semua bercerita pinta atau ingin ^_^


    

Senin, 09 Mei 2016

>> Keajaiban Dunia the great Borobudur


>> Museum Pers Indonesia


>> Jemariku di sela Jemarimu