"Apa
aku terlambat atas rasaku ini?"
"Rasa seperti apa yang kamu punya?"
"Rasa yang lebih dari sekedar sahabat, aku yang
tak hanya ingin mendengar semua keluh kisahmu, paper kuliah, kuiz
dadakan,"
"Maaf, Kee,"
Nada menunduk sambil meminta maaf kepada sahabatnya
Keenan. Sejak SMA mereka selalu bersama.
"Istighfar, Kee,"
Ustadz yang biasa menjadi imam masjid komplek perumahan
Keenan mencecar. Keenan harus bertobat.
"Saya jatuh cinta pada dia, Pak,"
"Maka nikahi atau
tinggalkan, kamu harus meninggalkannya karena dia sudah akan menjadi milik
orang lain,"
"Saya bisa gila memikirkan dia akan menikah dengan orang
lain, saya yakin dia pun punya rasa yang sama,"
"Jodoh itu sudah ada yang mengatur, maka dengan
kegilaanmu ini beristighfarlah, perbanyak istighfar maka Allah akan melapangkan
setiap kesusahanmu, memberi jalan keluar tiap masalahmu dan kamu akan mendapat
rizki dari pintu yang tak terduga,"
"Saya menyesal baru bilang sekarang,"
"Jika dulu kamu katakan mungkin akan banyak jalan dosa
terbuka, atau memang akan ada jalan halal terbuka. Kini kamu katakan pun pintu
dosa dan halalmu tetap terbuka."
"Astaghfirullahal adziim,"
Keenan menunduk dalam, air matanya jatuh di sarungnya.
Maka dia pulang dan mulutnya tak berhenti merapal mantra
ajaran ustadznya. Dia lebih dari sekedar galau.
"Berjanjilah untuk bahagia,"
"Janji, in shaa Allah," Keenan merapal janji di
depan Nada.
"Aku senang kamu ikhlaskan aku,"
"Belum sepenuh hati, tapi kamu juga harus janji, janji
untuk bahagia bersama pilihan itu," Keenan menunduk lemah.
"In shaa Allah,"
Keenan dan Nada berusaha ikhlas.
"Astaghfirullahal adziim,"
Keenan selalu istighfar dan sholat malam, Al Quran selalu dia
baca karena kegundahan hatinya. Dia menangis tiap mengingat Nada.
Dalam suasana pernikahan. Sang pengantin wanita tak nampak
begitu pula sang pengantin lelaki. Sudah di telpon beberapa kali tapi tidak ada
jawaban.
“Nada mulai takut,”
Layar HP-nya tak hentinya memanggil nomor telpon calon
suaminya. Ibunya ikut gusar.
“Ya Allah, kucinta Kau lebih dari apapun, cintakanlah pada
makhluk yang mencintaiMu, Engkau Maha membolak-balik hati,”
“Sudah ada kabar, katanya rombongan lelaki kecelakaan.”
“Innalillahi wa innaillaihi rojiun,” serempak seluruh ruang
menggema menyebut kalimat sakral itu.
Airmata Nada tak keluar sama sekali, hanya saja dadanya
berdegup kencang.
“Pernikahannya?”
Nada tak bergeming di kamarnya.
“Abi, di luar sana ada lelaki yang mencintaiku, dia telah
berjihad menuju kemari dan kami memang tidak berjodoh lama, tetapi ada lelaki
di luar sana, dia sahabat Nada sejak lama, dia lelaki yang begitu ikhlas ketika
cinta yang dia damba menjadi milik orang lain dan dia mendoakan segala
kebaikan, bolehkah?”
Nada belum selesai bicara, “Siapa? Kenapa tak mau bertemu Abi
sejak lama?”
“Keenan,”
Nada sesenggukan melafaz nama Keenan di depan Abi.
“Dia suka denganmu?”
“Cintanya lebih besar kepada Allah,”
“Dia bisa melindungimu?”
“Dia membuktikannya sejak kami SMA hingga kini, tak sehelai
rambutku dia sentuh,”
“Tapi dia membuatmu menangis dengan tidak datang ke hadapan
Abi,”
“Dia membuat Nada menangis karena dia belum hafal Ar Rahman
janji maharnya kepada Nada, tapi Abi sudah menerima Mas Ilham terlebih dulu
sebagai calon suami Nada,”
“Lelaki macam apa itu?”
“Bolehkah Nada menerimanya?”
“Abi terima tapi harus hari juga,”
Keenan digiring menuju sebuah bilik dan berbicara dengan Abi
Nada.
“Astaghfirullah, inikah satu rizki dari pintu tak terduga?
Pak Hasan, sebelumnya saya berduka cita dan untuk permintaan ini, saya bisa apa? Saya fakir ilmu dan harta, apa yang
bisa saya jadikan mahar untuk Nada,”
“Hafalan Ar Rahman, kamu sudah hafal?”
“In shaa Allah,”
Inilah kekuatan doa, istighfar Keenan memang mendatangkan
rizki dari pintu tak terduga. Bukankah jodoh merupakan rizki juga.
#30HariBerCeritaPinta
CPPS ini ceritanya alias cerita pendek, pendek sekali menuju 8 Juni 2016, semua bercerita pinta atau ingin ^_^
0 comments:
Posting Komentar