Selasa, 10 Mei 2016

>> Astaghfirullahal Adzim



 

"Apa aku terlambat atas rasaku ini?"
"Rasa seperti apa yang kamu punya?"
 "Rasa yang lebih dari sekedar sahabat, aku yang tak hanya ingin mendengar semua keluh kisahmu, paper kuliah, kuiz dadakan,"
 "Maaf, Kee,"
 Nada menunduk sambil meminta maaf kepada sahabatnya Keenan. Sejak SMA mereka selalu bersama.
"Istighfar, Kee,"
 Ustadz yang biasa menjadi imam masjid komplek perumahan Keenan mencecar. Keenan harus bertobat.
"Saya jatuh cinta pada dia, Pak,"
 "Maka nikahi atau tinggalkan, kamu harus meninggalkannya karena dia sudah akan menjadi milik orang lain,"
"Saya bisa gila memikirkan dia akan menikah dengan orang lain, saya yakin dia pun punya rasa yang sama,"
"Jodoh itu sudah ada yang mengatur, maka dengan kegilaanmu ini beristighfarlah, perbanyak istighfar maka Allah akan melapangkan setiap kesusahanmu, memberi jalan keluar tiap masalahmu dan kamu akan mendapat rizki dari pintu yang tak terduga,"
"Saya menyesal baru bilang sekarang,"
"Jika dulu kamu katakan mungkin akan banyak jalan dosa terbuka, atau memang akan ada jalan halal terbuka. Kini kamu katakan pun pintu dosa dan halalmu tetap terbuka."
"Astaghfirullahal adziim,"
Keenan menunduk dalam, air matanya jatuh di sarungnya.
Maka dia pulang dan mulutnya tak berhenti merapal mantra ajaran ustadznya. Dia lebih dari sekedar galau.
"Berjanjilah untuk bahagia,"
"Janji, in shaa Allah," Keenan merapal janji di depan Nada.
"Aku senang kamu ikhlaskan aku,"
"Belum sepenuh hati, tapi kamu juga harus janji, janji untuk bahagia bersama pilihan itu," Keenan menunduk lemah.
"In shaa Allah,"
Keenan dan Nada berusaha ikhlas.
"Astaghfirullahal adziim,"
Keenan selalu istighfar dan sholat malam, Al Quran selalu dia baca karena kegundahan hatinya. Dia menangis tiap mengingat Nada.
Dalam suasana pernikahan. Sang pengantin wanita tak nampak begitu pula sang pengantin lelaki. Sudah di telpon beberapa kali tapi tidak ada jawaban.
“Nada mulai takut,”
Layar HP-nya tak hentinya memanggil nomor telpon calon suaminya. Ibunya ikut gusar.
“Ya Allah, kucinta Kau lebih dari apapun, cintakanlah pada makhluk yang mencintaiMu, Engkau Maha membolak-balik hati,”
“Sudah ada kabar, katanya rombongan lelaki kecelakaan.”
“Innalillahi wa innaillaihi rojiun,” serempak seluruh ruang menggema menyebut kalimat sakral itu.
Airmata Nada tak keluar sama sekali, hanya saja dadanya berdegup kencang.
“Pernikahannya?”
Nada tak bergeming di kamarnya.
“Abi, di luar sana ada lelaki yang mencintaiku, dia telah berjihad menuju kemari dan kami memang tidak berjodoh lama, tetapi ada lelaki di luar sana, dia sahabat Nada sejak lama, dia lelaki yang begitu ikhlas ketika cinta yang dia damba menjadi milik orang lain dan dia mendoakan segala kebaikan, bolehkah?”
Nada belum selesai bicara, “Siapa? Kenapa tak mau bertemu Abi sejak lama?”
“Keenan,”
Nada sesenggukan melafaz nama Keenan di depan Abi.
“Dia suka denganmu?”
“Cintanya lebih besar kepada Allah,”
“Dia bisa melindungimu?”
“Dia membuktikannya sejak kami SMA hingga kini, tak sehelai rambutku dia sentuh,”
“Tapi dia membuatmu menangis dengan tidak datang ke hadapan Abi,”
“Dia membuat Nada menangis karena dia belum hafal Ar Rahman janji maharnya kepada Nada, tapi Abi sudah menerima Mas Ilham terlebih dulu sebagai calon suami Nada,”
“Lelaki macam apa itu?”
“Bolehkah Nada menerimanya?”
“Abi terima tapi harus hari juga,”
Keenan digiring menuju sebuah bilik dan berbicara dengan Abi Nada.
“Astaghfirullah, inikah satu rizki dari pintu tak terduga? Pak Hasan, sebelumnya saya berduka cita dan untuk permintaan ini, saya  bisa apa? Saya fakir ilmu dan harta, apa yang bisa saya jadikan mahar untuk Nada,”
“Hafalan Ar Rahman, kamu sudah hafal?”
“In shaa Allah,”
Inilah kekuatan doa, istighfar Keenan memang mendatangkan rizki dari pintu tak terduga. Bukankah jodoh merupakan rizki juga.




#30HariBerCeritaPinta
CPPS ini ceritanya alias cerita pendek, pendek sekali menuju 8 Juni 2016, semua bercerita pinta atau ingin ^_^


    

0 comments:

Posting Komentar