“Hyaaa, kamu perempuan kenapa disini?”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?”
“Boleh, tapi tolong pintunya di
kunci, saya kira tidak ada orang di dalam, maaf kalau begitu,”
“Saya yang minta maaf,” gadis
muda yang dengan gaya cuek ala lelaki duduk di closet duduk sebuah kamar kecil
di pom bensin.
“Kamu kenapa?”
“Kalau bunuh diri itu nggak
dilarang pasti tadi kamu nemuin saya dalam keadaan bersimbah darah,”
“Astaghfirullah, istighfar
jangan ikuti kata syaitan,”
“Saya nggak ikut, kan saya
masih hidup, saya nggak maulah buat malu orangtua saya, mereka haji, mereka
panutan di kompleks, masa iya anaknya bunuh diri gara-gara cinta,”
“Yang baik diciptakan untuk
yang baik begitu juga sebaliknya,”
“Dia jahat ninggalin aku Cuma
karena dapat pacar seorang model,”
“Nah berarti dia nggak baik
buat kamu, buktinya dia ninggalin kamu,”
Banyak yang antri melihat
kejadian percakapan lelaki alim dan seorang gadis galau di sebuah toilet umum.
“Kamu anak pesantren?”
“Santri,”
“Iya santri, di rumah juga
sering banget datang santri, khas banget gayanya, ada jenggotnya, kalau adik
aku bilang ‘so look like a goat’” nyengir kuda tanda hanya bercanda.
“Jadi kenapa diam di kamar
mandi? Kamar mandi lelaki pula,”
“Aaakk, biar nggak ketahuan
kalau cewek ini rapuh,”
“Ngadunya sama Allah donk,
bukan sama syaitan di kamar mandi,”
“Aiisshh, ustadz nya keluar
ini,”
“Bukan ustadz, saya mahasiswa
biasa, Zacky,”
“Sarah,” gadis tomboy itu
melihat dengan seksama wajah Zacky dan Zacky merasa kikuk. “kuliah dimana?”
“Di kampus,”
“Aiihh bisa bercanda begitu,”
“Aku masih SMA semester akhir,
lulus sebulan lagi,”
“Yakin lulus?”
“Iyalah, ngegalau begini belum
tentu nggak pintar, pintar bang bro, rangking 1 di kelas,”
“SMA mana?”
“SMA 3,”
“Owh, ada juga santri yang
alumni SMA kamu, tapi mungkin kamu nggak kenal,”
“Aku mungkin nggak kenal tapi
mereka pasti kenal,”
“Sombongnya kamu, istighfar
nona,”
“Iihh tiap kali istighfar
melulu, nggak asyik aahh,”
“Dia lelaki baik dan pintar,
sekarang satu kampus denganku, junior baru awal, kalau dia kelas 3 berarti kamu
kelas 1,”
“Hmm,”
“Kamu cantik makanya semua
lelaki kenal kamu,”
“Bukan, kalau cantik sudah
banyak, pinter, aku pinter lho, siapa yang tidak tahu gadis pemenang lomba
debat Bahasa Inggris, namanya Sarah and yeaah It’s me,”
Zacky mengingat sesuatu yang remang
ada di fikirannya, telah menggantung lama, “Karena itu kamu nggak jadi bunuh
diri?”
“Iya mungkin, tapi sedihnya
sampai disini, di dalam menusuk-nusuk, sakit,” Sarah si gadis tomboy itu
memegang dadanya sambil menunduk terisak.
“Sudahlah,”
“Apa kamu mau bertemu lagi
denganku besok?”
“Apa kamu mau pakai khimar
panjang?”
“Apa itu khimar?”
“Jilbab,”
“Owh, jilbab, hmm ketemu ustadz
harus ya pakai jilbab, okelah, syaratnya gampang,”
Lelaki santun yang punggungnya
tegak lurus itu tersenyum, dan Sarah menanggapi senyumnya dengan biasa saja.
‘***
Hari ke dua
“Kamu datang juga, mana
jilbabnya?”
“Ada di tas,”
“Kenapa tidak dipakai?”
“Kemarin nggak nyuruh makai,”
“Nyuruh,”
“Iihhh ribet banget,”
“Pernah dengar ayat ini?
Perempuan-perempuan yang memakai pakaian tetapi telanjang, mereka tidak akan
mencium bau surga, pa...,”
“Tahu, Ayah sering baca juga
itu, hafal di luar kepala,”
“Lalu?”
“Tidak ada lalu,”
“Ehem, kalau tahu dan hafal
kenapa tidak dilakukan?”
“Nanti saja kalau sudah
menikah,”
“Menikah? Apa tidak takut calon
suami menanggung dosa lebih? Ada yang bilang, orang pinter yang bilang, apa
yang sudah kamu ketahui menjadi hukum Allah dan kamu tidak melakukannya walau
kamu tahu maka tidak akan ada pahala atas segala amal kebaikannya,”
“Ngancem,”
“Nggak, hanya cerita saja,”
“Kamu sudah menikah?”
“Ehem, nohok banget
pertanyaannya,”
“Sudah, ya? Anak 5? Mmm 4? Hah
apa?? 8? Ckckckckck,”
“Kamu, single ini masih resmi
statusnya jejaka,”
“Sudah pernah nyakitin berapa
perempuan?”
“Mmmm in shaa Allah belum, dan
tidak ingin,”
“Hmmm, lelaki, oiyaaaa parfum
kamu apa? Aku suka baunya, sejak kemarin bertemu seperti hujan, iya bau hujan,”
“Bau hujan? Seperti apa bau
hujan?”
“Ya seperti bau kamu,”
“Owh padahal tidak pakai parfum
apapun atau wewangian apapun,”
“Owh, ya sudah, mungkin aku
yang salah,”
Sarah tersenyum lebar dan
memberikan coklat ke arah Zacky, Zacky kaget ragu mengulurkan tangannya. Lalu
dia mengambilnya pelan.
“Sampai
jumpa besok,”
‘***
Hari ke tiga
“Bang Zacky saya sudah pakai khimar, jilbab,”
sebuah pesan singkat masuk di handphone Zacky.
“Alhamdulillah
semoga istiqomah,”
“Begitu
sj? Tdk ada kado?”
“Tdk,
sedang kuliah,”
“Ups
maaf, afwan ganggu bang Zacky,”
Zacky
berfikir kalau ada yang salah dengan gadis bernama Sarah itu.
Tidak ada balasan dari seberang, Sarah tahu
Zacky masih ada kelas.
“Qt
ketemu, habis kelas Bang Zacky, nggak ada tawar menawar,”
Lama tidak ada balasan, Sarah menunggu
sedikit kesal karena harapannya untuk di puji sangat besar.
“Jam
10 sy selesai, di t4 biasa,”
Sarah jingkrak-jingkrak di tempat tidurnya,
dia buka lemari dan memilih beberapa baju yang akan dia pakai. Seperti kencan
pertama fikirnya, kenapa harus heboh sekali hanya untuk ketemu santri super
duper alim, melihat ke arahnya saja dia jarang melakukan.
Sarah menarik nafas panjang dan melemparnya
kejam dari mulutnya.
“Ayaaaah pergi dulu,”
“Kamu?”
“Ini Sarah, nanti penjelasannya,”
“Mau kemana?”
“Pengajian,” Sarah asal teriak dan menyuruh
supirnya yang sebelumnya sudah dia booking buat mengantarnya menemui Zacky di
sebuah pom bensin.
Duduk manis menunggu Zacky di pelataran
mushola sebuah pom bensin.
“Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi
wabarakatuh,”
“Ini beneran Sarah?” Zacky menahan senyum
kecil. Tak lagi ada senyum lepas dengan menyelipkan rambut di belakang
telinganya, itu yang Zacky sering lihat sebelumnya walaupun dia melihat selalu
tanpa sengaja.
“Hehe... iya, berubah, kan?” Rok pastel
warna biru, sepatu kets senada dan kemeja kotak-kotak warna pink pastel
terbalut jilbab paris terurai biasa saja membuat dia jauh menarik karena
berbeda dengan jilbabers lainnya.
“Buat siapa Sarah berubah?”
“Mmm tidak tahu, kapan hari itu nusuk-nusuk
pas Bang Zacky bilang kalau nggak nurut perintah Allah maka amalan apapun tidak
di catat pahalanya, iihh kan ngeri, jadi pengen belajar aja sekarang, kata
orang pinter agama mah, istiqomah,”
“Belajar dari abi kamu sendiri juga bisa,”
“Pasti itu,”
“Sarah cuma mau nunjukkin ini?”
“Nggak, mau bicara saja sama Bang Zacky,”
“Bicara apa? Eh sejak kapan jadi Bang
Zacky,”
“Sejak hari ini, kan universal, Bang Zacky
juga bukan orang Jawa jadi pasti nggak mau dipanggil mas,”
“Iiihh siapa bilang, di pesantren juga
dipanggil mas,”
“Kalau gitu biar beda aja dipanggil Bang
Zacky,”
“Terserah, besok ke pesantren ada kajian
disana,”
“Undangan ini?”
“Iya, undangan khusus akhwat baru gedhe,”
“Eh, boleh Sarah tanya sesuatu?”
“Bang Zacky dulu yang tanya, apa arti
pernikahan buat Sarah? Apa Sarah punya mimpi menikah?”
“Wow, berat pertanyaannya, punyalaahh, apa
Bang Zacky mau nikahi Sarah?”
Zacky terkejut menatap Sarah dan mereka
berpandangan dalam waktu beberapa detik.
“Kalau Sarah mau, nanti kalau sudah lulus
kuliah,”
“Nunggu lama? Katanya yang baik harus
disegerakan?”
“Masya Allah, saya jadi takut sendiri,”
“Takut apa? Ayah sama Umi baik, datang saja
ke rumah, nanti pasti boleh,”
“Istikharah, ini jalan terbaik kita, mulai
malam ini,”
“Oke,”
“Dan perlu kamu ingat, orang untuk menjadi
baik banyak cobaan, dan banyak sekali rintangan, tapi yakinlah siapapun itu
Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatnya,”
“Siap bos, naik kelas saja butuh ujian,
kalau mau lihat pelangi harus ada hujan dulu atau badai kemungkinan buruknya,”
‘***
“Ini lelaki yang katanya mau menikahi Sarah?”
“Iya, bapak, saya orangnya, belum punya
apa-apa tapi In shaa Allah punya ilmu untuk dibagi dan kita bisa sama-sama
belajar,”
“Waktu Sarah bilang dia ingin menikah saya
tidak percaya, tapi katanya dia sudah istikharah, dapat keyakinan kuat dan dia
janji mau jadi yang terbaik di kampusnya nanti walaupun sudah menikah,”
“Aamiin,”
“Saya fikir dia hanya anak ingusan yang baru
beranjak dewasa nanti, tapi...,”
“Dia memang seperti anak-anak tetapi justru
sikap itu yang kadang spontan punya pemikiran lebih dari orang dewasa,”
“Saya sama Uminya menangis ketika dia
meminta untuk dinikahkan dengan lelaki pilihannya,”
Diam seisi ruangan sejenak.
“Saya tidak janji untuk membuat Sarah
bahagia tapi saya sudah pasti janji tidak akan membuat Sarah menangis atau
terluka, In Shaa Allah saya menyayangi Sarah karena Allah, saya melihat
keseriusannya ketika di kali ke tiga kita bertemu dia memutuskan untuk
berhijab,”
“Kalian rencanakan tanggal berapa, kami
setuju saja, semua hari baik, tidak perlu yang mewah, sederhana saja,”
“Setelah acara kelulusan dan pemberkasan
kuliah Sarah saja,”
“Baiklah, kami siapkan semua,”
“Keluarga saya juga, nanti saya bawa Ayah
dan Ibu saya kemari,”
“Iya baiklah, jaga hubungan kalian baik-baik
jangan mendekati dosa,”
“In shaa Allah,”
‘***
H minus 2 hari pernikahan.
“Bang Zacky?”
“Maafkan Bang Zacky,”
“Sarah mau menunggu Bang Zacky sampai sembuh, biar
acara pernikahan kita di tunda dulu, menunggu Bang Zacky sehat,”
“Mungkin waktu Bang Zacky tidak akan lama,”
“Jangan bicara begitu, Bang Zacky pasti sembuh,”
“Semua disini jadi saksi, Sarah, ini Alif, dia
seniormu dulu di SMA, dia santri juga, baik bahkan lebih baik daripadaku,”
Zacky terengah mengambil nafas pendek. Dadanya naik
turun tak beraturan.
“Ibu, jika Zacky tidak bisa
menjadikan Sarah menantu Ibu maka Sarah tetap menjadi menantu Ibu karena Alif
sudah seperti anak Ibu sendiri,”
Sarah terisak menangis,
kerudungnya basah.
“Dia yang mengagumimu dulu jauh
sebelum aku mengenalmu, dia yang diam-diam memperhatikanmu dari jauh, dia yang
mencintaimu karena Allah, karena dia percaya jika kalian berjodoh maka Allah
memberi jalanNYA,”
“Bang Zacky,”
“Sungguh, aku jatuh cinta
kepadamu ketika pertama melihatmu di toilet itu sambil menangis, tidak perlu
waktu lama ketika rasa itu semakin dalam menyusup mengisi seluruh hati,”
“In Shaa Allah Bang Zacky sehat
dan kita bisa bersama,”
“Bersama Alif kamu juga akan
baik-baik saja, dia akan membimbingmu, menikahlah dengannya sebagai
penggantiku, jangan sia-siakan persiapan yang sudah ada,”
“Bang Zacky jangan bicara
seperti itu,”
Zacky merasa sudah hampir habis
waktunya, dia bersyahadat dibimbing Ayahnya.
“Bang Zacky,” tangan Sarah
menggenggam tangan Zacky, hal yang hampir minus dia lakukan, dia ingat ketika
tangannya bersentuhan tanpa sengaja ketika memilih cincin tempo hari.
Semua gelap Sarah berada di
ranjang di rumah sakit yang sama, Zacky sudah tiada. Dia hanya terisak setelah
pingsan beberapa saat lalu.
“Kita batalkan persiapan karena
tidak mungkin Sarah menerima Alif, kita tidak akan apa-apa, tidak malu karena
ini semua merupakan musibah,”
“Ayah, saya mau menikah dengan
Mas Alif,”
“Sarah? Kamu yakin?”
“In shaa Allah, saya sudah
istikharah dan masih akan tetap melakukannya, bukan karena pesan terakhir Bang
Zacky, besok adalah acaranya tidak mungkin kita membatalkan begitu cepat,”
Dan akad terjadi lalu pesta
walimahan sederhana.
“Tidakkah menyesal membuatku
menjadi pengganti Bang Zacky,”
Di sebuah kamar yang dipenuhi
ornamen warna emas, sepasang pengantin baru duduk bercengkrama seakan mereka
baru saling bertemu.
“Bicara apa Mas Alif? Mas bukan
pengganti siapapun, aku yang memilih jalan ini atas semua keyakinan yang sudah aku
dapat,”
“Tidak ada kesusahan yang lebih
berat yang ditimpakan kepada hamba Allah kecuali hambanya kuat menanggungnya,”
“Dia sudah ada di jannahnya in
Shaa Allah, saya yang diberi amanat Allah mengenalnya dan merasa kehilangannya
setelah menyayanginya,”
“Aku menjadi beruntung, dulu aku
hanya bisa mengagumi kamu, sekarang kamu halal buat aku, sejak pertama melihat
kamu dihukum di depan sekolah masa ospek dan kamu malah berorasi hingga yang
membuat yang lain tertawa, aku mulai menyimpan sketsa kamu dalam fikiranku,
kita sisipan beberapa kali di perpustakaan, di kantin, dan terakhir di
pesantren ketika kamu tanya ruang kajian, kamu ingat?”
“Hihi, kamu ingat semua?” Sarah
memandang Alif takjub.
“Iya, dengan sepatu kets dan
kerudung pastel yang pas dengan kemeja dan rok kamu, itu menarik,”
“Aku dulu melihat seorang lelaki
di sekolah di bawah hujan lebat dia berlari membawa payung dan memayungi anak
kecil yang jualan di depan sekolah, aku melihatnya diam-diam tanpa siapapun
sadar, kamu ingat? Pasti kamu suka hujan?”
“Hah?” berfikir ragu tentang
suka hujan yang baru diucapkan istrinya.
“Aku saat itu bilang kamu lelaki
hujan,” memandang Alif yang beberapa saat lalu telah sah menjadi suaminya.
“Owh, berarti semua sudah diatur
Allah,”
“Iya, semua sudah diatur,
dipertemukan dalam keadaan lebih baik,” senyuman Sarah seperti melelehkan
kebekuan di diri Alif dan dalam ruangan itu. “Jadi aku punya 2 lelaki hujan,
yang pertama sudah ada di surga, dia menjagaku dari langit, dan yang kedua
kamu, dia di bumi menjagaku dengan sayapnya yang besaaaaaaar,” Sarah meraih
tangan kiri Alif dan merentangkannya lalu meletakkan tangan yang kuat itu di
sepanjang bahunya. Sarah bersandar di bahu Alif.
“Aku akan melindungimu dengan
tanganku, menjaga hatimu hingga selalu dekat dengan hatiku, aku ingin
mencintaimu karena Allah, kita belajar bersama.”
Bjn, 22 Januari 2014
Kantor-Kos-Kantor-Kos-Kantor