Aku berjalan dan sengaja menghalangi jalan seorang lelaki muda seusiaku juga. Tapi lelaki itu hanya menunduk saja.
“Hai... aku Oriz”
Lelaki itu diam saja, semakin membuat penasaran. Mau marah tapi tak tega karena melihat dia terlalu ganteng. Seperti muka blasteran Inggris-Arab-Indonesia. Tidak bisa dibayangkan memang jika tidak pernah bertemu dengannya.
“Hai...” aku ulangi lagi kalimat menyapaku dan kali ini lebih halus.
“Maaf... ada apa?? Kamu menghalangi jalan saya” lelaki itu melipat tangannya di dada.
“Kenapa?? Tangan aku kotor?? Tadi sudah cuci tangan, kok!”
“Bukan...”
“Owh... bukan muhrim?? Halah... semua tergantung niat kita... kalau niatnya tidak aneh-aneh ya tidak apa-apa. Allah maklum...” aku memaksa berjabat tangan dengan menarik tangannya.
“Astaghfirullah. Saya masih ada perlu, permisi...”
“Aaaarrrggggghhhhh...”
Sombong sekali orang itu... mentang-mentang aku suka sama dia sejak dulu.. .tidak bisa didiamkan.
“Kenapa wajahmu?? Kusut seperti belum kena setrikaan!!”
“Hhhuuuuhhh... itu gara-gara Furqon, mau kenalan saja susah sekali”
“Apa?? Belum menyerah untuk kenalan sama dia??”
“Belum! Aku tidak akan menyerah, terlanjur suka setengah mati”
“Dasar!! Aku kamu buang kemana??”
“Hah maksud kamu?? Kita kan tidak ada hubungan apa-apa. Kita sahabat Steve”
“Karena Tuhan kita berbeda?? Kata kamu tiap agama mengajarkan kebaikan”
“Iya betul...”
“Lalu kenapa??? Banyak sekarang yang menikah beda agama”
“Karena ada Furqon...” aku tertawa melihat Steve.
“Dia sudah cuekin kamu selama ini...”
“Aku percaya dengan kalimat bijak tak kenal maka tak sayang”
“Hhah kenalpun kurasa dia tak akan sayang sama kamu!!”
“Jangan begitu...”
“Terserahlah...”
∞∞∞
“Oriz... masih ingat?? Yang tempo hari di koridor kelas lab” aku menyapa Furqon.
“Ada apa??” Furqon masih serius melanjutkan membacanya. Perpustakaan adalah tempat ternyaman untuk berbincang, mengerjakan tugas atau tidur mungkin untuk beberapa mahasiswa.
“Kenapa??” aku menarik kursi duduk di samping Furqon.
“Kenapa apa??”
“Kamu selalu menunduk?? Memangnya uang kamu ada yang hilang?? Ada yang lebih menarik di bawah sana??”
“Ada perlu apa??”
“Kenapa?? Takut disidang forum karena berduaan dengan orang tidak jelas, perempuan diragukan, lelaki juga disangsikan, the beauty devil may be”
“Aku tidak salah jadi kenapa takut, aku hanya takut pada Allah. Aku takut pada diriku karena bersama dengan perempuan sepertimu, cantik dan perlu kamu tahu tidak pernah ada setan cantik, karenanya aku takut bersama dengan perempuan cantik. Takut aku akan berkhianat pada Tuhanku...”
“Terimakasih ceramahnya... aku hanya mau kenalan saja”
“Tempo hari sudah, kamu memaksa saya bersalaman di koridor”
“Maka dari itu aku mau yang lebih sopan...”
“Furqon... saya Furqon Aprilio”
“Oriza...”
“Tapi tidak pakai Sativa, kan??”
“Hehehe... kamu bisa bercanda rupanya?”
“Kamu lahir bulan Mei??”
Furqon diam saja ketika aku lemparkan candaan yang memang tidak lucu karena sedikit memaksa.
“Tidak lucu, ya??”
“Ada perlu apa lagi?? Aku mau baca buku”
“Kamu masih takut berkhianat pada Tuhanmu??”
“Iya... apa kamu tidak takut??”
“Hmmm...” aku diam saja dan mengernyitkan dagu.
“Muslim??”
“Aku sering berkhianat pada Tuhanku...”
“Kamu tidak minta ampun??”
“Aku yakin Allah mengampuniku, aku sudah sholat 5 waktu tanpa ada yang bolong”
“Kamu muslim??”
“Iya... Oriza Humaira Thaariq, namaku bagus bukan??”
“Iya...”
“Apa kamu suka padaku??”
“Apa??” sesaat Furqon melihat ke arahku dan fokus lagi dengan bukunya.
“Suka?? Aku suka denganmu sejak pertama kali masuk kuliah. Dulu kamu tak menunduk seperti ini, tegas dengan garis wajah halus dan menyuarakan hati mahasiswa. Itu kenapa aku suka denganmu”
“Kamu akan menemukan seseorang yang baik melebihi saya...”
“Perempuan yang baik diciptakan untuk lelaki yang baik begitu juga sebaliknya...”
“Kamu benar... kelak di surga ada banyak bidadari menemani lelaki surga yang baik”
“Lalu aku??”
“Hhaahh??” Furqon heran atas pertanyaanku.
“Jika ada bidadari untukmu kelak di surga, untukku apa??”
“Bidadara... atau jika kamu baik kamu jadi bidadari seseorang di surga” Furqon pergi membawa beberapa buku dan tersenyum.
∞∞∞
“Berdoa apa??” Steve menungguiku, jongkok melihat gerakanku setiap kali aku sholat.
“Aku minta Furqon pada Allah” aku melipat mukena.
“Apa Tuhanmu akan memberikannya??”
“Tidak tahu... tapi Allah Maha Baik”
“Kalau begitu aku minta kamu nanti saat aku berdoa pada Allah di gereja”
“Kamu yakin??”
“Iya...”
“Apa tidak takut aku khianati”
“Ahh tidak akan, Tuhanmu saja tak pernah kamu khianati”
“Tahu apa kamu?? Kamu tak tahu apa yang aku lakukan di luar kampus”
“Apa?? Kamu tidur dengan setiap lelaki di luar sana??”
Paaaaaaaaakkkkkkkkkk
Tamparan kecil untuk sahabatku... kami memang berbeda Tuhan, hanya sebutannya saja yang berbeda. Tapi kami yakin agama kami sama-sama mengajarkan kebaikan.
“Yang kanan belum, kamu harus adil...” Steve tertawa menggoda.
Jika kamu Islam lain perkara... aku mungkin jatuh cinta sama kamu. Aku tidak mau seperti Kakakku yang suka dengan gadis Cina tapi tak boleh menikah. Si gadis bunuh diri karena orangtuanya mengekangnya. Kakakku hanya berdiam diri saja hampir gila dan ke masjid mendoakan gadis itu siang malam.
“Aku bukan ayam kampus...”
“Ahhh aku hanya bergurau, bercanda...”
“Kamu baik...”
“Itu tak cukup membuat kamu suka padaku seperti kamu suka dengan Furqon”
“Tapi kamu lebih tahu banyak tentangku daripada Furqon”
“Ahayy itu berarti aku jauh lebih beruntung...”
“Ya...”
“Jika aku rela jadi Islam”
“Aku tetap ingin Furqon”
“Hey aku sudah rela jadi Islam...”
“Apa kamu tak merasa berkhianat pada Tuhanmu?? Kamu gadaikan cinta dengan Tuhan?? Apa aku bisa hidup dengan orang seperti itu?? Kurasa tak sampai 2 tahun kamu bisa saja gadaikan aku dengan uang”
“Banyak yang jadi Islam di Indonesia...”
“Mereka muallaf karena mereka menyadari ajaran Islam yang paling benar dan mereka menemukan pencerahan, menemukan Allah Yang Esa tanpa anak dan diperanakkan”
“Tapi banyak yang gara-gara akan menikah mereka jadi Islam”
“Karena mereka buta akan cinta, tak menemukan Tuhannya apalagi Allah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
“Kenapa kamu tidak pakai kerudung saja lalu berceramah...”
“Karena aku tak yakin kalau kelak aku tak berkhianat pada Allah...”
“Kita manusia biasa...”
“Aku tahu... justru jika aku bidadari aku ada di surga bersama orang yang kupilih. Furqon...”
“Terserah kamu saja... kenapa kamu tak sholat di masjid atau di mushola??”
“Hmm apa harus?? Yang kutahu untuk menyembah Allah aku hanya harus menghadap Kiblat dan yakin Allah itu Esa dan ada”
“Kamu baik...”
“Terimakasih...” kami keluar dari Lab kecil.
∞∞∞
“Saya hanya lelaki biasa, kapan saja bisa jatuh cinta...”
“Termasuk sama aku??”
“Ya... bukankah kamu perempuan...”
“Apa perkumpulanmu itu tak suka denganku?? Orang-orang sepertiku??”
“Suka... justru mereka ingin kamu berubah...”
“Berubah??”
“Perempuan itu menutup auratnya... memakai rok panjang bukan celana seperti lawan jenisnya, bertutur baik... ramah pada siapapun”
“Apa aku tak seperti itu??”
“Kamu baik, ramah tapi tak memakai kerudung dan rok panjang”
“Karena itu kelak kamu tak akan memilihku??”
“Mungkin...”
“Bukankah berubah tak boleh karena cinta?? Itu akan jadi hal yang munafik”
“Cinta itu membuat semua hal jadi positif dan jadi lebih baik... jadi bukan munafik”
“Kamu suka jika aku memakai rok panjang dan kerudung??”
“Tapi tak besar-besar seperti yang lain, dalam Al Qur’an ulurkanlah kerudungmu hingga ke dada, itu cukup”
“Hehehe... kamu tidak suka??” aku tertawa kecil.
“Iya... tapi tak berani bilang juga”
“Apa kalian juga tak suka berteman dengan seseorang seperti Steve??”
“Kalian cocok sepertinya jika orang tak tahu akan mengira kalau kalian pacaran”
“Kami tidak pacaran... kami sahabat, dia menghargai Allah dan aku menghargai dia apa adanya dia”
“Tapi kalian bukan muhrim apalagi kalian berbeda keyakinan...”
“Katanya kita tinggal di negara Bhineka Tunggal Ika, menghormati dan menghargai agama dan suku yang berbeda. Kenapa masih saja dibedakan??”
“Saya fikir juga begitu... tapi mereka salah, Tuhan punya anak?? Mereka punya patung Bunda Maria. Itu Mariam dan Isa bukan Tuhan tapi Nabi, Rasul yang tercatat kelahirannya dalam Al Qur’an dan tak pernah ada peristiwa penyaliban kepada Isa”
“Tapi apa mereka juga menerima pendapat kita?? Banyak konflik terjadi karena itu... lebih baik diam saja karena kita tak mampu menyelesaikan konflik itu... Hei lihat juga para pendahulu kita yang menyebarkan agamapun mereka saling menghormati, di Kudus, tidak ada yang menyembelih sapi mereka lebih sering makan daging kerbau. Sunan Kudus mengajarkan toleransi dengan umat Hindu. Bangunan masjid dan menara kudus mencerminkan toleransi itu. Di Turki ada masjid yang sekarang jadi museum, Aya Sophia, dulu adalah gereja dan menjadi masjid tanpa merubah seni Eropa dan Asia yang terpancar dari bangunannya. Semua itu memperlihatkan sikap menghormati antar umat beragama sudah ada sejak dulu”
“Kenapa kamu berbeda??” Furqon melihat ke arah Oriz.
“Berbeda apa??”
“Kamu baik tapi kenapa tak pernah ada yang tahu itu...”
“Apa harus teriak-teriak aku Islam, I’m a moslem... please don’t leave me alone”
“Maksud saya...”
“Aku tahu... aku diajarkan agama dengan baik karena mungkin aku terlahir jadi Islam. Tapi satu hal karena orangtuaku menemukan Tuhan yang Esa di sebuah kampung kecil maka mereka berusaha menemukan anak-anaknya dengan Tuhan yang Esa. Dulu Mama tak muslim karena dia indo Belanda dan ayahku muslim tapi KTP. Mereka lalu bertemu tanpa agama yang jelas dan mereka mencari penjelasan di sebuah pesantren. Mereka jauh lebih taat pada agama dibandingkan orang-orang yang lahir dengan status Islam. Bahkan ketika Mama koma di Rumah Sakit, Papa selalu senyum pada anak-anaknya menunjukkan dirinya kuat. Allah bersama kita, jadi berdoalah yang banyak dan yang baik buat Mama, itu yang selalu dia katakan. Aku tahu di suatu malam dia rapuh, sama seperti manusia lain, dia bersujud pada Allah dan menangis, dia ceritakan segala isi hatinya. Mama pergi dengan senyum, dan Papa juga senyum memandang kami anak-anaknya. Sejak itu aku tahu, Allah Maha Baik karena Mama pergi dengan senyum kepada kami semua, hanya saja sejak itu Papa tak mau menikah lagi dan kami berdiri hanya dalam didikan seorang Papa. Mungkin karena aku dididik oleh seorang lelaki jadi aku sedikit bandel sama seperti kakak-kakak dan adik lelakiku”
“Jadi karena itu kamu percaya pada Allah??”
“Kenapa?? Jangan fikir beban hidupmu yang paling berat di dunia, masih ada yang jauh lebih berat beban hidupnya. Harus bersyukur setiap waktu, itu yang diajarkan Papa”
“Nanti saya bantu pikul jika terlalu berat untukmu, atau saya minta pada Allah untuk mengurangi beban hidupmu”
“Hmmm aku minta kamu saja, apa boleh??”
Furqon tersenyum kepadaku dan aku tersenyum mengharap kata ya darinya.
∞∞∞
“Kenapa tak kamu kerjakan sendiri??”
“Susah... terlalu berbelit-belit, lagipula dosen itu juga aneh, sudah tahu jawaban dari soal ini kenapa masih tanya pada mahasiswanya?!! Kurang kerjaan sekali, buang-buang kertas buat cetak 40 soal pada siswanya. Tidak tahu apa, kalau penebangan pohon di hutan hampir menimbulkan bencana dahsyat setiap tahunnya demi membuat kertas. Setelahnya hanya di buang saja kertas ini... jadi sampah lalu menumpuk dan banjir”
“Itu ulah manusianya juga yang belum sadar...”
“Ahh alasan yang terlalu direkayasa...”
“Aku juga suka foto copy materi berarti aku salah??”
“Yups... betul semua mahasiswa salah karena bisanya hanya foto copy materi saat mau ujian dan setelahnya dibuang. Uppss sejak kapan Furqon bicara aku kamu??? Biasanya saya, kamu... cieh... cieh...”
“Sejak kenal kamu!!”
“Apa artinya itu baik??”
“Asal kamu tidak mengajarkan mencuri atau merampok saja”
“Hmm... apa cita-citamu??”
“Tidak ada yang pasti tapi aku ingin jadi Menteri Keuangan, mengatur kebijakan fiskal dan segala macamnya, agar rakyat tak ada yang miskin, mereka punya kesempatan untuk investasi dan kredit untuk usaha, nilai suku bunga pinjaman rendah dan nilai mata uang stabil, ekspor impor sesuai porsi, mengutamakan produk dalam negeri... banyak yang bisa dilakukan”
“Kenapa tidak sekalian jadi Presiden?? Kenapa tidak ingin jihad ke Yerusslaem, Palestina atau Gaza??”
“Tadi kamu tanya cita-cita aku apa?? Kenapa marah??”
“Siapa yang marah?? Tidak semudah itu, Hukum Gossen II berlaku” aku berargumen.
“Hmm... teori Ekonomi juga berlaku...”
“Itu sebabnya BEP selalu muncul dari pertama kali kita mendapat ilmu ekonomi sampai kuliah”
“Yups... kamu benar...”
“Aku akan pakai teori ekonomi untukmu... mendapat hasil sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya...” aku tersenyum garing.
“Kenapa kamu suka padaku??”
“Entahlah aku lupa kenapa”
“Apa karena wajahku??”
“Mungkin...”
“Jika wajahku tak ganteng??”
“Aku tetap suka”
“Jika tak putih dan manis”
“Karena kamu Furqon bukan karena wajahmu. Aku suka karena kamu Furqon...” aku tersenyum.
“Hukum Gossen I”
“Apa?? Tidak berlaku... sudah dihapus...”
“Masih ada... nanti kamu bosan denganku pada titik tertentu hingga titik nol”
“Tidak...”
“Siapa yang menjamin”
“Allah... kalau cinta karena Allah??”
“Hmm... No comment”
“You fails... doesn’t surrender!! You said you’re bright”
∞∞∞
“Mau jalan-jalan kemana??”
“Ada, nanti kamu juga tahu”
Aku dan Steve jalan-jalan hari minggu itu. Dan aku heran ketika di ujung jalan dia menyeberang menuju sebuah rumah peribadatan, gereja.
“Kamu ajak aku ke gereja??”
“Tidak... aku yang ke gereja, kalau kamu mau ikut masuk tak apa” Steve tersenyum ramah.
“Tidak!! Aku di luar”
“Terserah...”
“Aku menunggu saja di luar”
“Titip ini”
“Kenapa tidak dibawa saja??”
“Jangan sampai bawa musik kotor ke dalam... hehe. Mengganggu ketenangan”
“Owh...” aku mengangguk.
“Tunggu disini!! Aku mau minta Tuhan turunkan bidadari untukku atau harus kupaksa Dia agar mau memberikanmu padaku”
“Hhaaahhh!” aku setengah terkejut.
“Bercanda...” Steve senyum menggoda.
Ya Allah, aku tak salah kan bediri disini?? Panas Ya Allah... kelak mereka akan tahu satu kebenaran... Amin.
“Ayo...”
“Hhaahh! Cepat sekali berdoanya??”
“Harus lama-lama?? Kamu saja tak sampai 10 menit Sholatnya, yang penting doanya dari hati dan ikhlas...”
“Lalu kita kemana??”
“Bawa gitar... kita ngamen!”
“Hhooo”
“Bercanda...” Steve terus berjalan dan aku mengikutinya di belakang “Apa kamu yakin masuk surga??”
“Kalau kita berbuat baik dan tidak musrik, Allah akan ijinkan kita masuk surga”
“Owh... aku yakin Tuhan akan bawa aku masuk surga...”
“Hmmm tiketnya habis, Surganya penuh...” Steve tiba-tiba berhenti, aku melihatnya di depanku“Bercanda...”
Aku melewati Steve dan tersenyum menang atas candaan yang aku lontarkan itu. Lalu kulihat dia senyum sambil menggeleng dan mengikutiku.
“Itu di seberang jalan... kita kesana!”
“Cafe...”
“Tempat makan”
Aku mengikuti Steve menyeberang tapi tak berani menyeberang, dia meninggalkanku.
“Ayo... dari dulu masih belum berani menyeberang!!???”
“Tunggu...” aku hanya maju mundur di trotoar, suara klakson motor dan mobil membuatku bingung dan takut.
“Hhuuuhh dasar!!”
“Terimakasih...” Steve kembali dari seberang menghampiriku.
“Sama-sama Cinta...” Steve tersenyum dengan gaya paling manisnya “Adegan Ada Apa dengan Cinta saat Rangga gandeng Cinta buat menyeberang jalan di Kwitang...”
“Hhhuuuuu...”
“Sudah ditolong...” Steve memandangku.
“Kalau Rangga itu kamu, Cinta tidak akan lari mengejar sampai bandara...”
“Hmm sensi!! Tidak senang melihat teman senang!!”
Aku melihatnya manggung di cafe itu, tempat makan mahasiswa-mahasiswa dan orang kantoran kelas menengah ke bawah. Makanan yang disajikan, rumahan, pizza ala Indonesia, kreativitas mahasiswa dengan jiwa wirausahanya.
“Adegan Ada Apa dengan Cinta... harusnya Cinta yang baca puisi dan nyanyi di panggung itu, bukan Rangga!!”
“Iya tapi sebelumnya yang nyanyi Anda Bunga...” aku senyum garing.
∞∞∞
“Hoi... ada apa, Bro??”
“Furqon... dia jatuh dari tangga, terpeleset di lantai 3”
“Furqon?? Riz, itu Furqon” kudengar teriakan salah satu mahasiswa junior kepada Steve dan juga teriakan Steve kepadanya.
“Ambulans sedang menuju kemari, dia tidak sadar”
“Apa tidak apa-apa??”
“Kurang tahu... tapi banyak darah yang keluar dari kepalanya”
“Oriz...” Steve teriak dan aku hanya mematung saja mendengar itu.
Ya Allah jangan sampai kamu ambil Furqon, seperti kamu ambil Mama dariku... aku mohon...
Aku hanya melihat tubuh Furqon di tandu ketika ambulans datang. Aku ketakutan, takut melihat dia kesakitan dan kehilangan senyumnya.
“Oriz... Riz...” Steve terus berteriak, memandangku.
Aku tak berani menjenguk Furqon, dengan alasan apapun, aku tak berani melihatnya di rumah sakit.
“Sudah sampai sini, ayo ikut masuk saja!!”
“Tidak!! Sekali tidak ya tidak!! Kamu saja, nanti kamu cerita, dia sudah lebih baik atau belum”
“Hmmm orang aneh!! Katanya mau menjenguk...” Steve bergegas masuk.
Akhirnya aku menunggu di pos satpam rumah sakit dan Steve yang masuk melihat Furqon.
“Lama sekali??!! Kalian cerita apa saja??”
“Salah sendiri tidak mau masuk!!”
“Kami cerita sedikit...”
“Sedikit apa!!? Sudah setengah jam aku menunggu dan lumutan di pos satpam!!”
“Tadi disuruh masuk tidak mau!? Salah siapa??”
“Hhuuuhhhhh!!!”
∞∞∞
Mau tahu apa yang dibicarakan Furqon dan Steve saat Steve menjenguk Furqon. Aku beri tahu sedikit, ini menurut cerita Steve. Menurutku banyak yang belum diceritakan Steve, mungkin rahasia mereka berdua.
“Hai...”
“Hai... sendiri?? Atau bersama Oriz??”
“Sendiri... sebenarnya berdua, tapi dia tidak mau masuk rumah sakit... dia trauma sepertinya karena peristiwa Mamanya”
“Owh...”
“Bagaimana keadaanmu?? Oriz khawatir, dia titip salam”
“Wa’alaikumsalam... alhamdulillah jauh lebih baik”
“Syukur... suster-suster disini merawat kamu lebih baik daripada Oriz”
“Iya...”
“Aku hanya bercanda....”
“Oriz apa kabar??”
“Dia?? Baik, hanya menangis waktu kamu masuk ambulans tempo hari di kampus. Tapi tidak meraung-raung, menjerit... masih aman terkendali”
“Kalian sama”
“Sama apanya??”
“Suka becanda dan spontan”
“Tapi dia lebih suka sama kamu”
“Apa benar begitu??”
“Hmm... aku ditolak ribuan kali, bukan karena beda agama, aku rela jadi Islam tapi dia tetap tidak mau. Katanya karena ada Furqon...”
“Mungkin saja dia bercanda...”
“Sahabat tahu saat sahabatnya bercanda atau serius. Dia memang suka sama kamu, Tuhan juga sangat tahu itu...”
“Semoga kita semua dalam lindungan Allah...”
“Oriz itu baik, dia tidak pernah menyentuh lelaki, katanya bukan muhrim tapi kalau salaman dia ulurkan tangannya, katanya tergantung niat. Rambutnya indah tapi dia tak pernah memperlihatkannya karena dia takut Malaikat akan berpaling dari Tuhan ketika melihatnya, itu katanya. Dia memang suka bercanda...”
“Iya... selalu buat orang lain tersenyum dan tertawa”
“Iya... karenanya kamu beruntung bisa disukai Oriz”
“Kamu jauh lebih beruntung karena lebih mengenalnya...”
“Hoooo kata-kata kalian sama”
“Benarkah??”
“Oriz itu rajin sholat, 5 waktu, aku tahu karena sering main dengannya... tapi dia tidak pernah menunjukkannya, bahkan dia sering bilang kalau dia masih sering berkhianat pada Tuhannya”
“Karena aku???”
“Mungkin... dan mungkin karena aku juga...”
“Kalian dekat sekali...”
“Jangan kira kami pacaran, seperti yang sudah aku katakan, kami adalah sahabat dan dia sudah menolakku ribuan kali”
“Jodoh siapa yang tahu...”
“Kamu benar... oya aku pamit dulu, terlalu lama, Oriz nanti marah”
“Iya... pulanglah, hati-hati”
“Siippp, cepat sembuh!!”
“Terimakasih”
“Oya... Oriz itu sebenarnya pintar tapi kalau soal menyeberang jalan dia tidak pintar, dia paling takut menyeberang jalan”
Furqon tersenyum melihat ulah Steve, Steve keluar ruangan.
∞∞∞
“Owh jadi selama ini, tugas keuangan kamu yang kerjakan, Fur??”
“Tidak... aku juga bantu”
“Heh, diam saja! Ini urusan laki-laki!!” Steve melempar telunjuknya kuat ke wajahku.
“Itu benar, Oriz juga mengerjakan, lalu kita cocokkan bersama”
“Furqon, jangan mencoba melindungi Oriz”
“Heh... tenang saja, Furqon lebih jujur dari kamu”
“Hoho... kalian sudah kompak” Steve tersenyum panas.
“Sudah kerjakan saja!!” aku melempar buku di depan Steve.
“Apa arti namamu Furqon”
“Yang membedakan antara yang haq dan yang bathiil, yang baik dan buruk. Salah satu surat dalam Al-qur’an”
“Berarti yang membedakan antara baik dan buruk di bulan April??”
“Bapak berfikirnya anak yang dapat membedakan baik dan buruk yang lahir di Bulan April” tersenyum menjelaskan padaku dan Steve.
“Kamu, Riz?? Tahu tidak apa arti namamu??”
“Hmmm... yang datang malam (bintang) yang berwarna kemerah-merahan dan diharapkan akan punya sifat seperti padi, yang semakin berisi semakin merunduk. Mungkin seperti itu...”
“Dalam Alqur’an juga??”
“Iya... Surat At-Thaariq yang turun di Mekkah dengan 17 ayat, di dalamnya juga menyebutkan Alqur’an adalah perkataan yang haq (yang membedakan yang haq dan yang bathiil)”
“Kalian cocok”
“Terimakasih...” aku tersenyum menang.
“Hmmm kamu mengharap sekali!!” Steve sedikit panas memandang ke arahku.
“Kalau namamu??”
“Aku tidak tahu... yang jelas sama baiknya seperti nama kalian”
“Amin...” Furqon mengamini sambil terus mengerjakan dan membuat aku dan Steve terkejut.
“Amin... setiap agama mengajarkan kebaikan. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku...” aku menambahkan.
“Kalian muslim yang baik...”
“Kamu juga orang baik...” Furqon memberikan buku lebih tebal di depan Steve dan tersenyum.
∞∞∞
“Kenapa??”
“Sebaiknya jangan temui saya lagi...”
“Kamu disidang??”
“Hanya teguran karena sering berduaan denganmu”
“Hey kita tidak melakukan apa-apa, hanya berbincang saja, apalagi kita melakukan apa-apa, bisa-bisa...”
“Saya dan kamu bisa dirajam atau diarak keliling kampung”
“Hanya bercanda saja...”
“Siapa yang tak mengakui kalau kamu cantik, badan tegap dan langsing, rambut wangi, kurang apa kamu untuk tak dijadikan alat setan untuk menggodaku dan membuatku berkhianat pada Tuhanku”
“Jadi mereka benar?? Menganggapku perusak dirimu??”
“Oriz... pertemanan kita salah”
“Atau keadaan yang salah...”
“Apa benar kamu tidak pernah berkhianat pada Tuhanmu??”
“Aku hanya manusia biasa, semua sifat manusia ada padaku” Furqon menunduk saat aku semakin dekat dengannya.
“Oriz saya tidak bisa melakukannya... maaf...” Furqon terus mundur dan semakin menunduk.
“Sungguh kamu tak ingin?? Lalu tahu darimana kamu kalau aku cantik, aku langsing dan rambutku wangi... apa otak nakalmu sudah bekerja??” aku terus menggodanya.
“Oriz, Allah Maha Melihat...”
“Aku tahu...” wajah Furqon semakin dekat dan tak lagi menunduk. Jantung kami sama-sama berdegup kencang, keringat dingin samar mulai merayapi kami. Bibir kami besentuhan, kami berciuman.
“Allah akan marah sama kita...”
“Aku tahu...” mata kami saling menatap.
“Apa kamu melakukan ini pada setiap lelaki yang kamu temui??”
Pppaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkk
Kata itu menusukku melebihi mata pisau yang tajam, aku tidak percaya Furqon melakukannya. Tamparan itu pantas untuknya pun sebenarnya pantas untukku agar aku sadar.
“Oriz...” aku menyingkir dari ruang sempit itu, lari dengan derai airmata. Entah penyesalan atau hanya sakit hati atas kata-kata Furqon.
∞∞∞
“Oriz...”
“Iya Om, ada apa??”
“Ada yang menanyakan kamu??”
“Tanya saya?? Tentang apa??”
“Maksudnya kenalan lebih jauh menuju jenjang nikah”
“Apa!!? Oriz belum lulus”
“Tapi anaknya baik kelihatannya”
“Kelihatannya?? Berarti belum pasti??”
“Pasti baik, buktinya dia tak mengenalmu tapi ingin dekat dengan cara yang baik. Dia hanya tahu kamu sedikit”
“Terserah Papa saja, Om tahu apa yang harus Om lakukan sebagai wali saya”
Tuhan... ini ta’aruf itu... apa kisahku akan sama seperti kakak yang mencoba ta’aruf dan ditolak beberapa perempuan dan akhirnya menemukan perempuan paling cantik yang sekarang fotonya selalu nangkring di buku catatannya... iya kalau aku cantik dan pantas seseorang itu pilih... kalau di luar dugaan?? Ahh tadi kata Om Ahmad dia tahu aku sedikit, so kita mungkin saja kenal...
“Om sudah bilang Papa dan semua menyerahkan kepada kamu, kamu yang akan menjalani. Pesannya kamu harus yakin... bukan karena cinta saja”
“Iya, Om. Aku akan fikirkan dengan baik”
“Jika kamu setuju, kalian bisa bertemu minggu depan. Acara perkenalan saja, jika suka boleh lanjut, jika tidak ya dibicarakan baik-baik”
“Iya... besok pagi aku berikan jawabannya, Om”
“Ya sudah, istirahatlah”
Ya Allah, Maha Baik atas segala apa yang ada di bumi.... aku bingung... Furqon... apa cinta ini bukan untuknya??
“Saya setuju, Om. Hari apa ketemu dengan seseorang itu??”
“Alhamdulillah... hari Senin InsyaAllah”
“Hah cepat sekali, Om??”
“Tidak apa. Yang baik harus disegerakan. Om tidak menyangka kamu yang terlihat nakal dan penampilan tomboy bisanya ada yang menanyakan”
“Om mengejek atau memuji?? Setiap manusia di lahirkan berpasang-pasangan... Al Qur’an menyebutnya secara jelas”
“Iya Om sebagai wali kamu sangat bangga...”
“Apa setelahnya langsung menikah??”
“Itu kesepakatan kalian nanti”
“Owh...” aku tertunduk merasa sedih.
“Dia pembeda yang baik, tenang saja...” Om Ahmad seakan tahu apa yang kurasakan.
∞∞∞
“Oriz...” salah seorang akhwat kaget melihatku.
“Boleh saya masuk...”
“Tentu... silahkan. Tapi jika mencari Furqon dia belum datang”
“Saya tidak mencarinya... saya mau mendengar ceramah”
“Alhamdulillah tapi maaf bolehkah topinya dilepas??!”
“Owh iya maaf...” aku simpan topi dalam tas.
“Pakai ini...” seseorang yang lain menyodorkan kerudung.
“Hah...” aku menerima kerudung dari salah seorang akhwat manis. Furqon pasti suka melihatnya karena sebagai perempuan saja aku suka melihatnya.
“Saya bantu memakainya...” seorang perempuan lain yang baru sampai mengambil kerudung di tanganku.
“Nama kamu Oriz?? Saya Latifah, istri Mas Agung. Mas Agung teman baik Mas Furqon”
“Istri?? Furqon??”
“Istri teman baik Mas Furqon”
“Sudah menikah??”
“Iya... setahun lalu. Tidak perlu pakai jarum. Hanya aku sampirkan saja, mungkin kamu belum siap menutup aurat”
“Tidak perlu menutup aurat untuk jadi baik. Allah Maha Tahu hati seseorang”
“Kamu benar... begini saja kamu cantik. Saya banyak mendengar tentang kamu. Mas Furqon sering di sidang karena katanya sering berdua dengan kamu bahkan katanya kalian pacaran”
“Islam melarang pacaran bukan?? Aku dan Furqon tidak ada hubungan apa-apa, kami hanya berteman”
“Allah Maha Tahu isi hati manusia, isi hati kalian berdua juga hanya Allah yang tahu”
“Kamu baik...”
“Semua orang harus baik kepada sesama”
“Iya... kepada yang beda agama juga bukan?? Ada toleransi”
“Allah Maha Baik, Dia tahu apa-apa yang ada di bumi”
“Aku juga tahu ternyata kamu istri teman Furqon”
“Iya... sudah selesai... mari kita masuk”
“Pakai celana apa tidak apa??”
“Bertahap... tidak harus dipaksakan”
“Kamu memang baik”
“Ayo...”
Tuhan... di ruang ini semua menyebutMu dengan Allah begitupun aku, sejak aku lahir KebesaranMu sudah merasuk di telinga dan jiwa. Bimbing aku Ya Rabb...
“Jangan pedulikan... tidak semua orang jahat ingin jahat dan tidak bisa berubah. Mereka bisa berubah...”
“Jadi aku orang jahat??”
“Bukan itu maksudku. Apa kamu komunitas kami?? Bukan! Itu yang mereka tahu. Jika kamu tiba-tiba kemari dengan segala peristiwa yang telah terjadi pastinya mereka masih berprasangka kepadamu. Itu tidak salah tapi diharapkan jangan keterlaluan...”
“Iya...”
“Masih banyak yang lebih baik dan mereka bersikap baik kepadamu”
“Kamu diantaranya...”
“Oya... Mas Furqon ada di sebelah sana. Tadi dia melihatmu dan dia bilang Ya Allah kalau dia bidadari terakhir yang masuk surga, aku rela menunggu”
“Saya tidak berniat bertemu dia”
“Dia yang Mas Furqon maksudkan adalah kamu Oriz”
“Itu pujian biasa saja, bisa dia tujukan kepada siapapun...”
“Kelak kalian akan dipertemukan dalam keadaan yang jauh lebih baik InsyaAllah”
“Aku akan minta itu pada Allah”
Tunggu... aku mengingat sesuatu, kata Om Ahmad dia pembeda yang baik. Pembeda... itu Furqon, arti namanya pembeda yang baik dan buruk. Apa yang datang menemui Om Ahmad adalah Furqon?? Ahh aku rasa tidak, setelah peristiwa penghianatan kami kepada Allah tempo hari.
∞∞∞
“Oriz... keluarlah...”
Aku menunduk dengan didampingi Tante Retno, istri Om Ahmad. Padahal aku ingin melihat siapa seseorang itu.
“Furqon...” mataku nakal mencari tahu dan kutemukan jawaban siapa orang itu.
“Kalian saling mengenal??”
“Saya berteman dengannya Om”
“Lalu kenapa bilang tidak kenal dekat??”
“Saya memang tidak begitu mengenalnya. Sahabatnya Steve jauh lebih mengenalnya daripada saya”
“Subhanallah....” tante Retno kaget.
“Steve itu sahabat Oriz dari semester satu. Mereka memang dekat tapi tidak pacaran...”
“Saya tahu, Om. Maka dari itu saya datang kesini ingin jauh lebih mengenal Oriz dengan dekat lagi dalam keadaan yang jauh lebih baik”
“Aku suka dengannya sejak semester satu, waktu ospek aku melihatnya...”
“Hei itu terlalu terbuka dan jujur sekali...” Om Ahmad menyelaku.
“Maaf...”
“Saya sudah tahu itu, Om. Oriz mengatakannya waktu kami berkenalan”
“Alhamdulillah, kalau Om fikir ini sudah mudah... apa akan lanjut ke arah yang baik??”
“Saya tetap melanjutkan tapi tidak tahu dengan Oriz??”
“Terserah Om dan Papa saja”
“Hmm Papanya baru datang Sabtu ini dari Solo”
“Tidak apa, Bapak dan Ibu saya juga masih di Jepara. Jika berlanjut kami akan datang menemui Papa Oriz kembali”
“Om yakin Papanya Oriz akan suka dengan Nak Furqon”
“InsyaAllah. Amin”
Tuhan... tidak ada permainan disini bukan?? Aku sayang padaMu Ya Allah... Terimakasih..
∞∞∞
“Ayo... duduk disini saja lebih jelas” Latifah mengajakku ke sebuah kajian.
“Iya...”
“Mungkin juga ada Furqon. Soalnya Mas Agung juga datang. Maaf telat jemput kamu tadi”
“Owh... tidak apa, tadi juga ada kuliah tambahan”
“Ada pertanyaan lagi??” seorang MC memandu “Iya... silahkan antum”
“Terimakasih. Assalamu’alaikum”
Suara itu aku mengenalnya dengan baik, itu Furqon. Aku tidak salah lagi.
“Saya Furqon, saya mau menanyakan, bagaimana jika pasangan kita bukan ROHIS?? Bagaimana kita membuatnya nyaman?? Terimakasih. Wassalamu’alaikum”
“Terimakasih akhi Furqon... silahkan ustadz”
“Apa pengalaman pribadi?? Saya bercanda... tapi menarik, bukan begitu?? Apalah artinya kata ROHIS, belum tentu ROHIS jauh lebih baik dari orang-orang dari massa lainnya. Itu hanya sebutan di bumi, Allah tidak suka ada yang membedakan warna kulit, suku atau lainnya. Yang membedakan di mata Allah hanya tingkat iman dan takwa kita semua. Siapa bilang susah kalau pasangan kita bukan ROHIS?? Asal tahu saja, istri saya juga bukan ROHIS. Dulu saya juga bukan ROHIS, baiknya kita yang menilai Allah dan di bumi karena kita hidup di masyarakat tentu saja setiap tindak tanduk kita akan dinilai juga. Saya akan berbagi kisah ketika Nabi Muhammad didatangi seorang perempuan Yahudi. Beliau menerima dengan senang hati dan perempuan tersebut membawakan makanan kepada Nabi. Para sahabat Nabi merasa heran, Nabi tidak membagikannya padahal biasanya Beliau selalu membagikan apapun. Kemudian sahabat bertanya dan Nabi menjelaskan kalau makanan yang dibawa perempuan itu sangat asam, Nabi khawatir jika beliau membagikannya dan sahabatnya berkata yang akan menyakiti hati wanita itu... maka hanya beliau saja yang menghabiskan makanan yang dibawa perempuan itu. Disini ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil, Nabi sangat menyayangi sahabat-sahabatnya, Nabi juga tidak mau melihat perempuan Yahudi itu sakit hati karena makanan yang dia bawa tidak terlalu enak. Nabi juga tidak memandang perempuan itu orang Yahudi. Beliau selalu berusaha berbuat baik kepada siapapun tanpa memandang kaya miskin dan sebagainya... jadi saudara Furqon tidak perlu khawatir semua sudah di atur Allah. Apa pasangan saudara Furqon bukan ROHIS??”
“InsyaAllah... tapi saya yakin dia sangat baik, akhlak, keturunan dan agamanya”
“Alhamdulillah...”
Sedikit ceramah dari seorang ustadz di sebuah masjid dan pertanyaan Furqon yang di dalamnya adalah tentangku... hmm bukankah perbedaan membuat segalanya lebih indah. Kita lahir di bumi yang penuh perbedaan, ada hitam, putih, coklat, Cina, Jawa, Sunda, Batak, Islam, Kristen, Budha, Hindu, semua lahir disini kenapa jadi masalah?? Kita dikenal bangsa yang ramah yang ber-Bhineka Tunggal Ika jadi hormatilah orang lain dan hargailah orang lain. Agama dan suku yang beda tetap mengajarkan yang baik... dan I love You Furqon, You’re best person i ever have... we gonna make fun with our differents...
--Selesai--
August 04, 2010
Adek Room’s
Kamis, 05 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar