Minggu, 12 Februari 2017

"Kepada Kamu Pengamen Kece"

Hai,
Kenalkan aku pengagum rahasiamu, pemilik suara merdu...

Melihatmu beberapa kali di sebuah bus Bojonegoro-Surabaya atau Surabaya-Semarang adalah kesan yang entahlah... ada kagum tersembunyi.
Kalau lagi mudik biasanya kita bertemu, walau hanya sekejap di antara Pasar Babat-Jembatan Babat atau dari Jembatan Babat-Tuban.
Pertama dengar malah ngobrolin sama orang sebelah, "suaranya bagus, ya? Kalau aku kasih uang ya lihat-lihat suaranya," kata orang yang duduk di sampingku. Aku hanya tersenyum, melihatmu saja, ingin menikmati sendiri.

Aku suka setiap hari jumat ketika aku mudik, berharap ada kamu menyumbangkan suara merdu dan lagu cinta. Tak ragu kurogoh saku walau hanya sekeping koin bernilai kecil.

Di suatu malam ketika pulang dari mudik, lama aku menunggu bus Babat-Bojonegoro, tak kusangka bertemu kamu. Aaahh sudah larut, aku yang kemalaman, tak biasanya. Lalu ada kamu datang saat jalanan mulai sepi dan peminat bus tak lagi ada. Kamu berdiri mendekat lalu mematikan rokok.

"Sendirian, mbak?" Suaranya meluncur sama ketika bersenandung ďi bus.
"Iya," aku jawab sambil melting plus salting.
"Sebentar lagi busnya datang, tenang," kamu tenang memegang gitar.

Lalu mulailah bercerita kalau kamu sedang perjalanan pulang, cerita kamu yang bukan makhluk Jawa Timur tapi perantauan Medan. Berkisah kalau kamu ngamen ketika waktu luang di mulai setiap Jumat malam sampai Minggu Malam. Karena buatmu ngamen hanya hobi nyanyi, sedangkan keseharianmu di Kantor Imigrasi.

Owh pantas saja kalau hari aktif tidak ada kamu, ternyata. Aku kagum dalam hati, wow...

Kisahmu yang merantau dan cari uang sendiri, dan kisahmu yang selalu di hafal penumpang padahal kamu tidak hafal. Yaaaa iyalah bagaimana kamu hafal, keluar masuk bus dengan banyak penumpang berbeda. Yang hafal jelas si penumpang penikmat suaramu.

"Heh, jangan, kotor," suaramu memotong perbincangan kita. Ada orang yang kurang waras mengambil rokok sisa yang masih menyala di jalanan. Dari trotoar kamu memberi rokok sebatang pun dengan api sekalian lewat korekmu. Kamu tak sungkan tak segan tak jijik. 

Itu biasa katamu, anak jalanan sudah biasa harus menghormati yang ada di jalanan. Maka kita akan dihormati. Kamu lanjut berkisah tentang alasanmu mengamen dan untuk apa uang itu. Lalu bagaimana kamu berpenampilan bukan khas pengamen. Kamu bilang walau mengamen di bus tapi harus rapi, wangi, dan gak lusuh, biar orang tahu karena itu bentuk menghormati diri sendiri, jadi orang lain yang melihat pasti akan menghormati kita. Intinya kamu bilang kita harus menghormati setiap orang dari diri kita sendiri.

Aaahh rasanya bertukar cerita denganmu itu ingin berlama-lama. Berharap bus yang datang semakin terlambat dari jadwalnya. Aaahh sayang bus itu datang cepat, tepat sesuai jadwal yang kamu bilang di awal. 
Kita harus sudahi, dan kalimat penutupnya "itu busnya, hati-hati, ya"
Aaaiiissshhhh... aku meleleh. Tidak salah kagum sama kamu, walau hanya pengamen tapi punya banyak kisah dan banyak memberiku pelajaran.
Terimakasih untuk malam itu, walau tak sempat berjabat tangan dan bertukar nama tapi senang bisa bertukar cerita.

Nanti kalau bertemu lagi jangan lupa kita pernah berbagi cerita dan kisah. Jangan pula bilang "haaahh mosok sudah nikah? Masih kayak anak kecil," hehe...

Tetap berbagi suara merdumu ya, eh ikut saja ajang idol-idol pencari bakat, siapa tahu sukses, kita gak pernah tahu kan jalan hidup seseorang, buktinya selain ngamen kamu juga kerja di imigrasi. Kan kece untuk kelas pengamen.

Ini saja, surat dariku, pengagum rahasiamu si pengamen kece. Semoga kita bersua di lain waktu. Akan aku ingat, kalau kita harus menghormati orang jalanan karena mereka ada di jalanan kadang bukan karena ingin mereka.

Selamat sore, ini hari minggu pasti kamu sedang ngamen di bus Surabaya-Bojonegoro, selamat beraktifitas.


#poscintatribu7e

0 comments:

Posting Komentar