Senin, 14 April 2014

>> Lelaki Hujan



           
            “Hyaaa, kamu perempuan kenapa disini?”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?”
“Boleh, tapi tolong pintunya di kunci, saya kira tidak ada orang di dalam, maaf kalau begitu,”
“Saya yang minta maaf,” gadis muda yang dengan gaya cuek ala lelaki duduk di closet duduk sebuah kamar kecil di pom bensin.
“Kamu kenapa?”
“Kalau bunuh diri itu nggak dilarang pasti tadi kamu nemuin saya dalam keadaan bersimbah darah,”
“Astaghfirullah, istighfar jangan ikuti kata syaitan,”
“Saya nggak ikut, kan saya masih hidup, saya nggak maulah buat malu orangtua saya, mereka haji, mereka panutan di kompleks, masa iya anaknya bunuh diri gara-gara cinta,”
“Yang baik diciptakan untuk yang baik begitu juga sebaliknya,”
“Dia jahat ninggalin aku Cuma karena dapat pacar seorang model,”
“Nah berarti dia nggak baik buat kamu, buktinya dia ninggalin kamu,”
Banyak yang antri melihat kejadian percakapan lelaki alim dan seorang gadis galau di sebuah toilet umum.
“Kamu anak pesantren?”
“Santri,”
“Iya santri, di rumah juga sering banget datang santri, khas banget gayanya, ada jenggotnya, kalau adik aku bilang ‘so look like a goat’” nyengir kuda tanda hanya bercanda.
“Jadi kenapa diam di kamar mandi? Kamar mandi lelaki pula,”
“Aaakk, biar nggak ketahuan kalau cewek ini rapuh,”
“Ngadunya sama Allah donk, bukan sama syaitan di kamar mandi,”
“Aiisshh, ustadz nya keluar ini,”
“Bukan ustadz, saya mahasiswa biasa, Zacky,”
“Sarah,” gadis tomboy itu melihat dengan seksama wajah Zacky dan Zacky merasa kikuk. “kuliah dimana?”
“Di kampus,”
“Aiihh bisa bercanda begitu,”
“Aku masih SMA semester akhir, lulus sebulan lagi,”
“Yakin lulus?”
“Iyalah, ngegalau begini belum tentu nggak pintar, pintar bang bro, rangking 1 di kelas,”
“SMA mana?”
“SMA 3,”
“Owh, ada juga santri yang alumni SMA kamu, tapi mungkin kamu nggak kenal,”
“Aku mungkin nggak kenal tapi mereka pasti kenal,”
“Sombongnya kamu, istighfar nona,”
“Iihh tiap kali istighfar melulu, nggak asyik aahh,”
“Dia lelaki baik dan pintar, sekarang satu kampus denganku, junior baru awal, kalau dia kelas 3 berarti kamu kelas 1,”
“Hmm,”
“Kamu cantik makanya semua lelaki kenal kamu,”
“Bukan, kalau cantik sudah banyak, pinter, aku pinter lho, siapa yang tidak tahu gadis pemenang lomba debat Bahasa Inggris, namanya Sarah and yeaah It’s me,”
Zacky mengingat sesuatu yang remang ada di fikirannya, telah menggantung lama, “Karena itu kamu nggak jadi bunuh diri?”
“Iya mungkin, tapi sedihnya sampai disini, di dalam menusuk-nusuk, sakit,” Sarah si gadis tomboy itu memegang dadanya sambil menunduk terisak.
“Sudahlah,”
“Apa kamu mau bertemu lagi denganku besok?”
“Apa kamu mau pakai khimar panjang?”
“Apa itu khimar?”
“Jilbab,”
“Owh, jilbab, hmm ketemu ustadz harus ya pakai jilbab, okelah, syaratnya gampang,”
Lelaki santun yang punggungnya tegak lurus itu tersenyum, dan Sarah menanggapi senyumnya dengan biasa saja.
‘***
Hari ke dua
“Kamu datang juga, mana jilbabnya?”
“Ada di tas,”
“Kenapa tidak dipakai?”
“Kemarin nggak nyuruh makai,”
“Nyuruh,”
“Iihhh ribet banget,”
“Pernah dengar ayat ini? Perempuan-perempuan yang memakai pakaian tetapi telanjang, mereka tidak akan mencium bau surga, pa...,”
“Tahu, Ayah sering baca juga itu, hafal di luar kepala,”
“Lalu?”
“Tidak ada lalu,”
“Ehem, kalau tahu dan hafal kenapa tidak dilakukan?”
“Nanti saja kalau sudah menikah,”
“Menikah? Apa tidak takut calon suami menanggung dosa lebih? Ada yang bilang, orang pinter yang bilang, apa yang sudah kamu ketahui menjadi hukum Allah dan kamu tidak melakukannya walau kamu tahu maka tidak akan ada pahala atas segala  amal kebaikannya,”
“Ngancem,”
“Nggak, hanya cerita saja,”
“Kamu sudah menikah?”
“Ehem, nohok banget pertanyaannya,”
“Sudah, ya? Anak 5? Mmm 4? Hah apa?? 8? Ckckckckck,”
“Kamu, single ini masih resmi statusnya jejaka,”
“Sudah pernah nyakitin berapa perempuan?”
“Mmmm in shaa Allah belum, dan tidak ingin,”
“Hmmm, lelaki, oiyaaaa parfum kamu apa? Aku suka baunya, sejak kemarin bertemu seperti hujan, iya bau hujan,”
“Bau hujan? Seperti apa bau hujan?”
“Ya seperti bau kamu,”
“Owh padahal tidak pakai parfum apapun atau wewangian apapun,”
“Owh, ya sudah, mungkin aku yang salah,”
Sarah tersenyum lebar dan memberikan coklat ke arah Zacky, Zacky kaget ragu mengulurkan tangannya. Lalu dia mengambilnya pelan.
“Sampai jumpa besok,”
‘***
Hari ke tiga
Bang  Zacky saya sudah pakai khimar, jilbab,” sebuah pesan singkat masuk di handphone Zacky.
Alhamdulillah semoga istiqomah,”
“Begitu sj? Tdk ada kado?”
“Tdk, sedang kuliah,”
“Ups maaf, afwan ganggu bang Zacky,”
Zacky berfikir kalau ada yang salah dengan gadis bernama Sarah itu.
Tidak ada balasan dari seberang, Sarah tahu Zacky masih ada kelas.
Qt ketemu, habis kelas Bang Zacky, nggak ada tawar menawar,
Lama tidak ada balasan, Sarah menunggu sedikit kesal karena harapannya untuk di puji sangat besar.
Jam 10 sy selesai, di t4 biasa,
Sarah jingkrak-jingkrak di tempat tidurnya, dia buka lemari dan memilih beberapa baju yang akan dia pakai. Seperti kencan pertama fikirnya, kenapa harus heboh sekali hanya untuk ketemu santri super duper alim, melihat ke arahnya saja dia jarang melakukan.
Sarah menarik nafas panjang dan melemparnya kejam dari mulutnya.
“Ayaaaah pergi dulu,”
“Kamu?”
“Ini Sarah, nanti penjelasannya,”
“Mau kemana?”
“Pengajian,” Sarah asal teriak dan menyuruh supirnya yang sebelumnya sudah dia booking buat mengantarnya menemui Zacky di sebuah pom bensin.
Duduk manis menunggu Zacky di pelataran mushola sebuah pom bensin.
“Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,”
“Ini beneran Sarah?” Zacky menahan senyum kecil. Tak lagi ada senyum lepas dengan menyelipkan rambut di belakang telinganya, itu yang Zacky sering lihat sebelumnya walaupun dia melihat selalu tanpa sengaja.
“Hehe... iya, berubah, kan?” Rok pastel warna biru, sepatu kets senada dan kemeja kotak-kotak warna pink pastel terbalut jilbab paris terurai biasa saja membuat dia jauh menarik karena berbeda dengan jilbabers lainnya.
“Buat siapa Sarah berubah?”
“Mmm tidak tahu, kapan hari itu nusuk-nusuk pas Bang Zacky bilang kalau nggak nurut perintah Allah maka amalan apapun tidak di catat pahalanya, iihh kan ngeri, jadi pengen belajar aja sekarang, kata orang pinter agama mah, istiqomah,”
“Belajar dari abi kamu sendiri juga bisa,”
“Pasti itu,”
“Sarah cuma mau nunjukkin ini?”
“Nggak, mau bicara saja sama Bang Zacky,”
“Bicara apa? Eh sejak kapan jadi Bang Zacky,”
“Sejak hari ini, kan universal, Bang Zacky juga bukan orang Jawa jadi pasti nggak mau dipanggil mas,”
“Iiihh siapa bilang, di pesantren juga dipanggil mas,”
“Kalau gitu biar beda aja dipanggil Bang Zacky,”
“Terserah, besok ke pesantren ada kajian disana,”
“Undangan ini?”
“Iya, undangan khusus akhwat baru gedhe,”
“Eh, boleh Sarah tanya sesuatu?”
“Bang Zacky dulu yang tanya, apa arti pernikahan buat Sarah? Apa Sarah punya mimpi menikah?”
“Wow, berat pertanyaannya, punyalaahh, apa Bang Zacky mau nikahi Sarah?”
Zacky terkejut menatap Sarah dan mereka berpandangan dalam waktu beberapa detik.
“Kalau Sarah mau, nanti kalau sudah lulus kuliah,”
“Nunggu lama? Katanya yang baik harus disegerakan?”
“Masya Allah, saya jadi takut sendiri,”
“Takut apa? Ayah sama Umi baik, datang saja ke rumah, nanti pasti boleh,”
“Istikharah, ini jalan terbaik kita, mulai malam ini,”
“Oke,”
“Dan perlu kamu ingat, orang untuk menjadi baik banyak cobaan, dan banyak sekali rintangan, tapi yakinlah siapapun itu Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatnya,”
“Siap bos, naik kelas saja butuh ujian, kalau mau lihat pelangi harus ada hujan dulu atau badai kemungkinan buruknya,”
‘***
“Ini lelaki yang katanya mau menikahi Sarah?”
“Iya, bapak, saya orangnya, belum punya apa-apa tapi In shaa Allah punya ilmu untuk dibagi dan kita bisa sama-sama belajar,”
“Waktu Sarah bilang dia ingin menikah saya tidak percaya, tapi katanya dia sudah istikharah, dapat keyakinan kuat dan dia janji mau jadi yang terbaik di kampusnya nanti walaupun sudah menikah,”
“Aamiin,”
“Saya fikir dia hanya anak ingusan yang baru beranjak dewasa nanti, tapi...,”
“Dia memang seperti anak-anak tetapi justru sikap itu yang kadang spontan punya pemikiran lebih dari orang dewasa,”
“Saya sama Uminya menangis ketika dia meminta untuk dinikahkan dengan lelaki pilihannya,”
Diam seisi ruangan sejenak.
“Saya tidak janji untuk membuat Sarah bahagia tapi saya sudah pasti janji tidak akan membuat Sarah menangis atau terluka, In Shaa Allah saya menyayangi Sarah karena Allah, saya melihat keseriusannya ketika di kali ke tiga kita bertemu dia memutuskan untuk berhijab,”
“Kalian rencanakan tanggal berapa, kami setuju saja, semua hari baik, tidak perlu yang mewah, sederhana saja,”
“Setelah acara kelulusan dan pemberkasan kuliah Sarah saja,”
“Baiklah, kami siapkan semua,”
“Keluarga saya juga, nanti saya bawa Ayah dan Ibu saya kemari,”
“Iya baiklah, jaga hubungan kalian baik-baik jangan mendekati dosa,”
“In shaa Allah,”
‘***
H minus 2 hari pernikahan.
“Bang Zacky?”
“Maafkan Bang Zacky,”
“Sarah mau menunggu Bang Zacky sampai sembuh, biar acara pernikahan kita di tunda dulu, menunggu Bang Zacky sehat,”
“Mungkin waktu Bang Zacky tidak akan lama,”
“Jangan bicara begitu, Bang Zacky pasti sembuh,”
“Semua disini jadi saksi, Sarah, ini Alif, dia seniormu dulu di SMA, dia santri juga, baik bahkan lebih baik daripadaku,”
Zacky terengah mengambil nafas pendek. Dadanya naik turun tak beraturan.
“Ibu, jika Zacky tidak bisa menjadikan Sarah menantu Ibu maka Sarah tetap menjadi menantu Ibu karena Alif sudah seperti anak Ibu sendiri,”
Sarah terisak menangis, kerudungnya basah.
“Dia yang mengagumimu dulu jauh sebelum aku mengenalmu, dia yang diam-diam memperhatikanmu dari jauh, dia yang mencintaimu karena Allah, karena dia percaya jika kalian berjodoh maka Allah memberi jalanNYA,”
“Bang Zacky,”
“Sungguh, aku jatuh cinta kepadamu ketika pertama melihatmu di toilet itu sambil menangis, tidak perlu waktu lama ketika rasa itu semakin dalam menyusup mengisi seluruh hati,”
“In Shaa Allah Bang Zacky sehat dan kita bisa bersama,”
“Bersama Alif kamu juga akan baik-baik saja, dia akan membimbingmu, menikahlah dengannya sebagai penggantiku, jangan sia-siakan persiapan yang sudah ada,”
“Bang Zacky jangan bicara seperti itu,”
Zacky merasa sudah hampir habis waktunya, dia bersyahadat dibimbing Ayahnya.
“Bang Zacky,” tangan Sarah menggenggam tangan Zacky, hal yang hampir minus dia lakukan, dia ingat ketika tangannya bersentuhan tanpa sengaja ketika memilih cincin tempo hari.
Semua gelap Sarah berada di ranjang di rumah sakit yang sama, Zacky sudah tiada. Dia hanya terisak setelah pingsan beberapa saat lalu.
“Kita batalkan persiapan karena tidak mungkin Sarah menerima Alif, kita tidak akan apa-apa, tidak malu karena ini semua merupakan musibah,”
“Ayah, saya mau menikah dengan Mas Alif,”
“Sarah? Kamu yakin?”
“In shaa Allah, saya sudah istikharah dan masih akan tetap melakukannya, bukan karena pesan terakhir Bang Zacky, besok adalah acaranya tidak mungkin kita membatalkan begitu cepat,”
Dan akad terjadi lalu pesta walimahan sederhana.
“Tidakkah menyesal membuatku menjadi pengganti Bang Zacky,”
Di sebuah kamar yang dipenuhi ornamen warna emas, sepasang pengantin baru duduk bercengkrama seakan mereka baru saling bertemu.
“Bicara apa Mas Alif? Mas bukan pengganti siapapun, aku yang memilih jalan ini atas semua keyakinan yang sudah aku dapat,”
“Tidak ada kesusahan yang lebih berat yang ditimpakan kepada hamba Allah kecuali hambanya kuat menanggungnya,”
“Dia sudah ada di jannahnya in Shaa Allah, saya yang diberi amanat Allah mengenalnya dan merasa kehilangannya setelah menyayanginya,”
“Aku menjadi beruntung, dulu aku hanya bisa mengagumi kamu, sekarang kamu halal buat aku, sejak pertama melihat kamu dihukum di depan sekolah masa ospek dan kamu malah berorasi hingga yang membuat yang lain tertawa, aku mulai menyimpan sketsa kamu dalam fikiranku, kita sisipan beberapa kali di perpustakaan, di kantin, dan terakhir di pesantren ketika kamu tanya ruang kajian, kamu ingat?”
“Hihi, kamu ingat semua?” Sarah memandang Alif takjub.
“Iya, dengan sepatu kets dan kerudung pastel yang pas dengan kemeja dan rok kamu, itu menarik,”
“Aku dulu melihat seorang lelaki di sekolah di bawah hujan lebat dia berlari membawa payung dan memayungi anak kecil yang jualan di depan sekolah, aku melihatnya diam-diam tanpa siapapun sadar, kamu ingat? Pasti kamu suka hujan?”
“Hah?” berfikir ragu tentang suka hujan yang baru diucapkan istrinya.
“Aku saat itu bilang kamu lelaki hujan,” memandang Alif yang beberapa saat lalu telah sah menjadi suaminya.
“Owh, berarti semua sudah diatur Allah,”
“Iya, semua sudah diatur, dipertemukan dalam keadaan lebih baik,” senyuman Sarah seperti melelehkan kebekuan di diri Alif dan dalam ruangan itu. “Jadi aku punya 2 lelaki hujan, yang pertama sudah ada di surga, dia menjagaku dari langit, dan yang kedua kamu, dia di bumi menjagaku dengan sayapnya yang besaaaaaaar,” Sarah meraih tangan kiri Alif dan merentangkannya lalu meletakkan tangan yang kuat itu di sepanjang bahunya. Sarah bersandar di bahu Alif.
“Aku akan melindungimu dengan tanganku, menjaga hatimu hingga selalu dekat dengan hatiku, aku ingin mencintaimu karena Allah, kita belajar bersama.”

                                Bjn, 22 Januari 2014
Kantor-Kos-Kantor-Kos-Kantor

0 comments:

Posting Komentar