Sabtu, 05 Maret 2011

--Parodi Hati dan Hati--


Aku berdiri di penghujung kota ini. Panas kurasakan sangat membakar tubuh dan wajahku. Aku memandang jalan penuh wanita denagn anak dalam dekapan mereka, entah kenapa mereka sanggup melakukannya bahkan atas seijin kekasih mereka. Aku saja mungkin yang tidak punya hati untuk memandang hati yang lain atau aku belum merasakan rasa seperti mereka. Rasa menjadi seorang ibu dan istri.
                Yang kutahu jalan ini sakit dengar teriakan mereka yang punya hati. Aku saja hanya tertawa, memaknaipun tidak. Yang kutahu satu dari banyak hal. Istri tak harus di rumah, status istri tidak menjadikan mereka harus dipingit untuk tidak mengamalkan ilmu mereka. Seorang wanita atau istri tidak harus merelakan suami mereka berpoligami atau memilih satu hati saja. Hari Ibu toh bukan berarti mereka harus berpanas-panas memperjuangkan mereka.
                Bahkan untuk hati yang punya hati yang berjalan di mall-mall dengan pakaian minim tidak harus dihakimi denagn sebutan yang sungguh tidak enak didengar.
                Allah saja maha pemaaf kenapa manusianya tidak maha pemaaf. Sungguh seorang Aisyah pun rela di madu dan sungguh para istri Nabi bekerja pula di luar menegakkan agama Allah. Lantas kenapa wanita jaman sekarang harus terkurung sedangkan jaman sudah berbeda dan jihad di luar adalah tidak hanya dakwah di jalan Allah tapi juga mengamalkan ilmu yang ada.
                Lantas dimana para suami, mereka mendukung berdiri tegak di belakang barikade polisi. Ironis atau memang ini hidup, mencari hati dan hati diantara hati. Banyak mencari kasih antara hati tapi disini tempat aku berdiri tegak. Ada ribuan mata dan ada banyak kacamata memaknai lain. Terkadang aku lihat mereka semakin dilecehkan. Atau lihatlah anak-anak menangis terbakar atau kelaparan. Sedangkan ibunya masih berkobar dengan semangat membara meneriakkan lantang syariah dan gender. Peran pria atau wanita sama atau wanita hanya tonggak justru aku fikir wanita adalah kunci. Bukankah dibalik kesuksesan seoarng lelaki pasti ada wanita yang hebat.
                Karena cinta atau karena solidaritas. Saat aku berada di kerumunan orang-orang itu tak hanya dari daerah dekat saja bahkan dari luar kota contoh aku dan beberapa yang aku temui disana. Cinta ah sungguh kau hadir dalam ruang yang berbeda seperti yang aku lihat disini dan aku temukan keramahan yang hilang sesaat setelah aksi itu berlangsung hingga mentari turun dari peraduannya.
                Kisah ini tak pernah usai jika masih ada cinta dan cinta. Kesempatan ada saat semua indah dirasa itulah cinta.

23 Des 2006
                                                Sehari setelah aku terkurung dalam arus Aksi Demo Hari Ibu di Semarang.

0 comments:

Posting Komentar